Rabu, 11 Januari 2012

The Power Of Love *Part 29* (Repost)

The Power Of Love *Part 29*

Kuberjanji cinta ini cnta kita akan abadi tak peduli walau kita harus terpisah dan tersakiti… *Derby-Kuasa Cintamu*
***

Gadis itu menatap lirih foto yang berada di tangannya. Rasa rindu yang begitu besar menyeruak masuk ke dalam hatinya. Memang baru kemaren kekasih yang sangat dicintainya itu pergi jauh. Namun rasa seperti sudah bertahun-tahun ia lewati satu hari itu.

Entah sudah berapa banyak air mata yang ia tumpahkan untuk sekedar melampiaskan rasa rindunya pada kekasihnya itu. matanya sudah bukan hanya sekedar membengkak. Matanya sudah bengap, berwarna biru. Kasihan sekali gadis ini. Ia benar-benar merana tanpa sang kekasih.

Kapankah kekasihnya itu kembali? Waktu terasa berjalan begitu lama. Mengapa waktu sangat tidak bersahabat sekali dengannya? Ia ingin cepat berganti tahun. Agar kekasihnya itu cepat kembali.

Kelima jari kanannya bergerak menelusuri foto itu. tepatnya pada wajah putih Alvin yang sedang tersenyum lepas dalam foto itu. ia benar-benar merindukan senyum itu.

Tuhan, tolong kembalikan kekasihnya itu. ia benar-benar menyesal. Ia ingin kekashnya kembali lagi. Ia ingin semua seperti dulu lagi. kembali indah seperti dulu. Mengapa Kau ambil semua kebahagiaan itu darinya?

Ia mencengkram bingkai foto itu sekuat tenaganya. Menumpahkan segala emosi yang membara dengan cara seperti itu. lalu ia memeluknya. Mendekap foto itu, seolah ia sedang mendekap Alvin. Ia sangat merindukan Alvin.

‘kak Alvin, aku kangen kamu! Aku mau kamu balik. Aku mau nemenin aku di sini!’ serunya dalam hati.

“AAAAAAAAAAA!!!” teriaknya melepas penat.
***

Sedari tadi, gadis itu terus meremas perutnya di bangku paling belakang. Sekarang waktu sedang menunjuk waktu istirahat. Kelas sedang sepi. Hanya ada ia dan angin-angin yang terasa semilir di sekitar tibuhnya, yang membuat perutnya terasa semakin perih.

Wajahnya benar-benar pucat. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan sakit. Sedikit darah keluar dari bibirnya, saking kencangnya ia menggigit bibirnya.

“err” erangnya pelan, masih berusaha menahan rasa sakit yang semakin lama semakin menjalari perutnya itu.

“Ify…” panggil sebuah suara dengan lembut. Terdengar derap langkah yang semakin mendekat ke arahnya.

Ify menunduk berusaha menyembunyikan wajahnya yang pasti terlihat sangat pucat sekali sekarang ini. Ia tidak mau kekasihnya itu khawatir terhadapnya. Iapun memilih melipat kedua tangannya di atas meja, lalu menelungkupkan wajahnya di dalam kedua tangannya.

“loh kok kamu tumben ga keluar? Biasanya ke kantin? Kenapa?”

Rio duduk di bangku yang berada di depan Ify. dan bertanya dengan nada sedikit bingung.

Ify menggeleng pelan dalam posisi seperti itu. tak mau kekasihnya itu khawatir terhadapnya.

Rio mengerutkan dahinya melihat jawaban Ify. aneh. Ada apa sama Ify?

“kamu kenapa Fy? Ada sesuatu?”

“engga kok kak. Aku ga apa-apa…”

“bener?”

“iya, kak Rio.”

Tangan Ify sudah tak bisa lagi diam. Ia terus meremas perutnya yang terasa perih itu. ia tak tau pasti apa yang sedang terjadi dengan perutnya itu. ia tidak merasa sedang bulan. Lantas pa yang membuat perutnya terasa seperti di tekan-tekan oleh benda tajam.

Ify mengulum bibir menahan perih. Ia tak pernahh seperti ini sebelumnya. Ia hanya akan merasakan sakit di perutnya ketika ia sedang PMS. Namun mengapa sekarang perutnya bak di hujam oleh berjuta jarum?

Ia berharap Rio segera meninggalkannya sekarang. Ia tak mau mengetahui keadaannya. Sebisa mungkin ia tidak mengeluarkan suara rintihan. Agar tidak membuat Rio curiga.

“argh.”

Akhirnya suara itu tak bisa ditahan lagi. rasa sakit di perutnya memaksanya untuk merintih. Rio semakin dibuat bingung, curiga serta khawatir. Akhirnya Rio memaksa Ify untuk mengangkat wajahnya.

“kamu kenapa?” tanya Rio agak panik.

Mau ga mau Ify mengangkat wajahnya. Sudah terlanjur basah, sekalian aja nyebur.

“yaampun , kamu kenapa ? kamu sakit? Kenapa ga bilang aku? muka kamu pucet banget Fy…” ucap Rio panik ketika melihat wajah Ify yang pucat pasi dengan bibir yang benar-benar putih.

“pe..perut aku sa..kit kak…” lirihnya parau kehabisan tenaga.

“kenapa sayang?”

“aku ga tau kak. Sak…it…”

“kita ke UKS yuk!” ajar Rio sambil membantu Ify bangkit kursinya.

Ify hanya pasrah mengikuti. Ia memang sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit di perutnya. Karena sudah kehabisan tenaga akibat sakit diperutnya itu, hampir saja ia tumbang ketika berdiri.

Dengan sigap Rio menahan tubuh Ify yang hampir saja jatuh. Lalu memapahnya sampai ke ruang kesehatan.

Tiba-tiba saja semua menjadi buram dan berkunang-kunang. Kepalanya terasa sangat berat. Tubuhnya mengejang sesaat lalu ambruk dan pingsan.

Rio yang memang sedang menumpu tubuh Ify, dengan sigap menahannya agar tidak terjatuh ke lantai.

“Fy, Ify…” Rio menepuk-nepuk pipi Ify. dan tanpa berfikir lagi, ia langsung menggendong Ify menuju UKS.
***

Gabriel menatap kamera SLR ‘barunya’ dengan pandangan menyelidik. Iya membolak-balik kamera yang tadi pagi terletak di depan pintu kamarnya, entah siapa yang meletakkannya di sana.

Makin heran lagi dengan isi dari hadiah tersebut. Ternyata sebuah kamera SLR. Mungkin ayahnya yang memberikannya. Ayahnyakan tidak pernah punya waktu untuk berbicara dengannya. Tapi untuk apa?

Ia memang menginginkan kamera ini sejak 2 tahun yang lalu. Tapi memang ayahnya tau ia menginginkan benda itu?

Ah sudahlah. Siapapun yang memberikan kamera ini, ia sangat berterima kasih. Sekarang ia akan segera pergi mencari objek untuk dijadikan bidikan pertamanya. Ia segera mengganti seragamnya dengan baju santai. Segera bersiap-siap dan pergi ke tempat tujuan.

Dari dua tahun yang lalu ia sudah mempunyai keinginan untuk dapat memotret di tempat yang ‘kumuh’. Ia ingin mengabadikan senyuman anak-anak jalanan. Ia ingin mengabadikan kehidupan sederhana mereka.

Iapun segera bersiap untuk berangkat ke tempat tujuannya. Setelah merasa siap, ia segera turun ke bawah, menyambar kunci motor, dan melesat ke tempat tujuan.
***

Rio masih setia menunggu Ify sadar dari pingsannya. Sudah sekitar 5 jam Ify pingsan tidak bangun-bangun *masya allah*. Tadinya Rio ingin membawa Ify ke rumah sakit karena khawatr terjadi apa-apa dengan kekasihnya itu. tetapi kata Shilla, tidak perlu di bawa ke rumah sakit karena kemungkinan Ify mengalami PMS.

Rio menuruti perintah Shilla. meski masih merasakan kekhawatiran yang begitu luar biasa. Ia masih menunggu kekasihnya itu siuman, dan berharap tidak terjadi sesuatu yang fatal.

Ia mengelus wajah Ify dengan telunjuknya. Membingkai wajah cantik itu. menikmati setiap sentuhannya. Dalam hatinya, ia sangat mengucap syukur, karena Tuhan telah mengirimkan malaikatnya yang sangat sempurna di matanya ini.

Gadis ini, begitu istimewa. Bukan hanya menurutnya saja. Tapi menurut orang lain juga. Lihat saja, ketika ia memusuhinya, semua membelanya. Itu saja sudah membuktikan bahwa semua orang menyayanginya dan peduli padanya.

Pikirannya melayang jauh ke belakang, ketika ia masih membenci gadis ini.

“kenapa sih ka , lo benci sama gue ?? salah gue itu dimana ???” Tanya Ify .

“kenapa ? lo masih Tanya kenapa ?? lo yang udah nyebabin Via ninggalin gue !!!!!! masih belom nyadar lo !!???” bentak Rio .

“ka , gue ga pernah berniat buat bikin Via pergi !! itu semua kecelakaan ka .. kalo waktu bisa diputer , gue lebih milih gue yang yang ketabrak , daripada harus Via . bukan lo aja ka yang kehilangan Via , gue juga ! gue juga sangat kehilangan Via !! kenapa sih lo ga mau ngerti !!? lo jangan egois ka ! jangan Cuma mikirin perasaan lo doang !! gue juga kehilangan atas kejadian ini !!” nada bicara Ify meninggi dan nafasnya pun tersengal-sengal . nampaknya ia terbawa oleh Rio .

“lo berani bentak gue kaya tadi ??! lo pikir lo siapa ??! lo tuh pembunuh Via tau ga !!!? kenapa sih ga lo aja yang ketabrak waktu itu ?! kenapa engga LO AJA YANG MATI !!! kenapa harus Via !!? kenapa bukan elo !!?? hah ??! KENAPA ????” Rio membentak Ify sambil  mengguncangkan tubuh Ify .

“CUKUP KA , CUKUP !!!” teriak Ify . “elo ga tau gimana rasanya jadi gue ,, ELO EMANG GA BAKAL PERNAH TAU !! udah gue bilang berkali-kali , bukan cuman elo yang kehilangan Via ! gue juga , Shilla , Oik !!! tapi elo emang terlalu egois buat ngerti itu , buat pahamin semua itu ! gue mau benci elo ka ! gue mau supaya gue bisa benci elo !! gue mau Tuhan hapus perasaan gue buat elo !! lo mau gue mati ??? iya ??! lo berdoa aja , semoga Tuhan cepet2 cabut nyawa gue !!! minta sama Tuhan , biar gue cepetan mati , cepetan menghilang dari hidup lo !! sana minta !!!!!!” bentak Ify . 

Ia tertawa sendiri mengingat kejadian kala itu. ia juga jadi malu sendiri. Mengapa bisa-bisanya ia membenci gadis sebaik ini? Pantas saja dulu tidak ada yang membelanya. Pantas saja duu semua memusuhinya. Ternyata Ify memang tidak pantas untuk di benci.

Ia memang dibutakan oleh obsesinya pada Via. Mungkin saat ia kehilaga Via kala itu, rasa cintanya sudah menjadi rasa terobsesi yang membenamkan rasa cintanya terhadap gadis ini.

Mungkin sebenarnya, ia sudah menyayangi gadis ini sejak lama. Buktinya saja, ia tidak marah ketika ia mengetahui bahwa Ify menyukainya padahal Ifylah yang membuat ia dan Sivia bersatu.

“errr”

Terdengar suara rintihan Ify. membuat Rio tersadar dari pikirannya dan kembali fokus pada Ify. Ia melihat Ify perlahan membuka matanya sambil meremas perutnya yang sepertinya masih terasa sakit.

“Fy, kamu kenapa?”

Ify menggigit bibir bawahnya, menahan sakit yang kembali menyerang. Lalu dengan sekuat tenaga ia menjawab pertanyaan Rio.

“pe…rut.. ak..ku… sa…kiiit… ba…ngeeet…”

“sakit kenapa?”

Ify menggeleng lemah. Ia sendiri masih tidak tau kenapa sakit  itu menjalari perutnya. Sebelumnya ia tak pernah seperti ini.

“kamu PMS?”

“engg..gaa… aku… ga..la…ggi…dapet…”

“kita ke rumah sakit yaa???”

Tanpa menunggu persetujuan dari Ify, Rio langsung menggendong Ify menuju mobilnya dan segera melesat ke rumah sakit.

Ya Tuhan, semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk dengan Ify. doanya dalam hati.
***

Sedari tadi, Cakka masih membujuk Oik untuk berpengangan padanya. Tapi sari tadi pula, Oik menolak untuk berpegagan dengan Cakka.

“pegangan ga?! Jatoh biarin yaaa!!!” ancam cakka.

“yaudah sih. Ga dosa inikan kalo ga pegangan kamu!”

“aaah, pegangan deh ah!”

“engga!”

“jatoh ga nanggung yaaa!”

“ya tanggunglah! Orang kau yag bawa. Lagia kalo kamu ga ngebut-ngebut ga bakalan jatoh.”

“biarin ! pokoknya kalo kamu jatoh aku ga mau tanggung!”

Cakka menstater motornya. Lalu menarik gas seperti seorang pembalap yang sudah siap untuk melakukan aksinya. Lalu memasukkan gigi dan …

BRUUUUUM

Dengan sekuat tenaga ia menarik gas motornya. Membuat Oik mau tak mau terdorong ke depan, dan tanpa sengaja memeluk Cakka.

“kak CAKKAAAAAAAAA!!! Rese banget siiih!!!”

“nah gitu dongg !!” Cakka tertawa menang.

Oik mencubit pinggang Cakka sedikit kencang. Membuat Cakka meringis kesakitan campur geli.

“kamu itu sengaja bangeeet sih!!!”

“hehe,, gapapalah… kesempatan!”

“kesempatan apa??!” geram Oik.

“kesempatan dipeluk ayang!”

“apaan siih kamu!!”

“cieee, malu tuh!”

“engga ah!”

“masa?”

“iyaaa…”

“aah, masa sih??!”

“iyaaa, udah bawa motor aja yang bener! Ntar nabrak!”

“haha, iyaiya sayanggg!”
***

Gabriel mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut tempat yang ‘kumuh’ itu. tempat itu memang sangat kumuh. Banyak sampah di mana-mana. rumah-rumahnya pun terbuat dari kardus-kardus bekas.

Tapi entah mengapa, tempat ini sangat menarik perhatiannya. Meskipun tempat itu tidak indah. Meskipun tempat itu mengeluarkan bau yang tidak sedap. Tetap saja menarik untuk di pelajari.

Ia tersenyum menatap deretan rumah di sana. Ada sesuatu yang membuatnya ingin sekali mengetahui kehidupan mereka semua.

Ia mengangkat kamera SLRnya itu. Lalu memotret salah satu sudut tempat itu. ia melihat kameranya, lalu terseyum puas. Ini adalah hasil bidikan pertamanya. Dan hhem, tidak buruklah.

Ia melangkah semakin mendekat ke arah perumahan kumuh itu. sambil sesekali mengambil gambar apa saja yang menurutnya menarik.

Semakin mendekat ke arah rumah-rumah yang terbuat dari kardus, semakin menarik untuk di abadikan. Selama ia melangkah, banyak sekali yang menyapanya atau hanya sekedar tersenyum padanya. Mungkin merasa istimewa menemuka sesosok laki-laki gagah macam Iel. Ielpun membalas setiap sapaan mereka.

Sedang asik-asiknya membidik sana-sini, tiba-tiba pandangannya tertuju pada seorang gadis berseragam piutih biru yang sedang mengajari beberapa anak kecil menghitung. Hem, sepertinya ia mengenali gadis itu. tapi siapa ya?

Ah, masa bodolah. Iapun mengambil kameranya, dan kembali mengambil beberapa gambar tentang pemandagan itu.

Setelah ia puas mengambil gambar anak-anak itu, ia melangkah mendekati ke arah saung yang terbuat dari kayu-kayu yang terlihat sudah rapuh di makan usia. Ia berdiri sekitar 500 meter dari gubuk itu. Memperhatikan gadis berseragam putih biru itu.

Ah, ia ingat. Gadis inikan, yang sudah 2 kali bertemu dengannya. Pertama yang ketika hampir ia tabrak. Yang kedua saat bertabrakan dengannya di koridor sekolah.

Setelah sekian menit berdiri di sana, akhirnya kelas sederhana itupun bubar. Anak-anakpun berhamburan keluar saung sederhana itu. tinggalah gadis itu sendiri di sana sedang merapikan buku-buku dan alat tulis lainnya. Ielpun menghampiri gadis itu.

“hai…” sapanya.

Gadis itu berhenti melakukan pekerjaannya, lalu menoleh ke Gabriel. Ada sedikit ekspresi kaget yag tergambar di wajahnya saat melihat sosok Gabriel. Namun, sebisa mungkin ia menutupinya.

“eh, em.. kaka …”

Gabriel tersenyum.

“kita belum kenalan kan? Nama gue Gabriel. Lo siapa?” Iel mengulurkan tangannya.

DEG!

‘Gabriel?’

Acha menelan ludah mendengar nama itu. apakah benar?

“oh, iya, guee.. Acha!” Acha membalas uluran tangan Gabriel sambil menyunggingkan senyumannya. Berusaha tersenyum sebaik mungkin. Dan berusaha bersikap biasa saja.

“oh, Acha.. hehe, masih SMP ya? Kelas berapa?”

“iya, kelas 3. Udah mau lulus.”

“mau masuk ke sekolah mana rencananya?”

“ga tau kak. Bingung!”

“ke sekolah gue aja.. oh iya, elo ngapain di sini?? Elo tinggal di sini??”

“engga kok. Gue emang hobi banget ngajarin orang! Jadi gue nyalurin hobi gue dengan cara ngebantuin anak-anak yang ga bisa sekolah belajar. Elo sendiri ngapain di sini?”

“lagi motret motret ajaa…”

“motret apaan? Di sinikan ga ada pemandangan bagus?”

“emang kalo mau motret harus di pemandangan bagus aja? Engga kan?!”

“ya engga sih.tapi kenapa milihnya tempat kaya gini? Lo ga jiji apa ke sini?”

“engga kok. Ngapain jiji?! Malahan nih yaa tempat kaya gini tuh bagus buat dijadiin gambaran. Supaya rasa syukur kita ke Tuhan itu lebih gede.”

“wow, masih ada cowo kaya lo.”

“emang kenapa?”

“ya heran aja gitu. Masa jaman sekarang masih ada cowok yang peduli sama kaya beginian. Biasanyakan cowo apalagi seumuran lo itu mikirinnya Cuma cewe dan kesenangan”

“yeee, buktinya ada… nih guee……”

“huuu, iya dehh… yang baik!”

“hehe”

Entah mengapa, walaupun mereka baru bertemu, tapi sudah ada kecocokan dari keduanya. Keduanya sudah merasa nyaman terhadap satu sama lain. Terlebih lagi dengan Acha. Yang merasa curiga dengan sosok Gabriel.

Acha memperhatikan Gabriel yang sedang mengambil gambar di sekitar sana. Ia mengamati profil Gabriel dengan seksama.

‘bener ga sih dia itu Gabriel?’ batinnya sambil menatap Gabriel dengan tatapan menerka.
***

Ify mengerjapkan matanya. Mencoba menangkap cahaya yang merasuk ke dalam indera pengelihatannya.

“kamu udah bangun?” tanya Rio.

“aku di mana?”

“di rumah sakit.”

“kenapa bisa di rumah sakit?”

“tadi kamu pingsan sayang.. lama banget. Makanya aku bawa ke rumah sakit. Kata dkter kamu kena maag. Lambung kamu luka parah. Kamu suka telat makan ya?”

“oh ah iyaa. Tadi perut aku sakit. Perasaan aku aku ga punya maag. Iya kali yaa… kadang suka buru-buru, jadi suka lupa makan.”

“lain kali jangan kaya gitu lagi yaaa??? Aku khawatir banget kamu kenapa-napa…”

“iya sayang. Maaf… ga lagi deh bikin kamu khawatir. Maaf ya kak…”

“gapapa kok. Sekarang makan ya, terus ntar minum obatnya.”

“iya….”

Rio mengambil makanan di atas meja samping tempat tidur. Lalu menyuapi Ify makan.

Bersambung……

Author: Amel^^
Facebook: Amelia Astri Riskaputri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar