Rabu, 11 Januari 2012

The Power Of Love *Part 25* (Repost)

The Power Of Love *Part 25*

Semua langsung berteriak kaget. Sebagian siswi langsung berlari turun ke lapangan guna melihat kejadian itu lebih dekat lagi. tak terkecuali Ify. Iapun langsung segera berlari ke bawah, menghampiri TKP. Shilla dan Oik serta Cakkpun ikut turun ke bawah menyusul Ify.

Ify berlari. Perasaan paniknya, semakin bertambah akut. Ia takut terjadi sesuatu yag cukup fatal. Ada apa dengan Rio? Perasaan panik memeluknya dengan sangat erat.

Ify berusaha menyerobot, misi sana sini. Dan akhirnya ia sampai ditengah lapangan. Ify menganga lebar mendapati kekasihnya itu sedang meringkuk kesakitan dengan darah yang mengucur deras dari tangannya.

“KAK RIO!!” pekiknya.

Ia langsung menghampiri Rio.

“kak, kaka gapapakan??” tanya Ify dengan sangat panik.

“em,, sa..sakit…” Rio memegangi lengan kanannya.

“kak Iel, kak Alvin, kak Cakka, ayo bantuin angkat!” pinta Ify.

Mereka bertigapun langsung bertindak dan memapah Rio ke pinggir lapangan.

“kak, aduuuh, apa yang sakit? Kenapa kak???!” tanya Ify dengan paniknya.

Rio sudah tidak lagi merintih. Mungkin sakitnya sudah berkurang. Ify memberikan sebotol air minum untuk Rio. Dan Rio menerimanya. Dengan sekali tegak, air di botol itu telah habis.

Keringat mengucur deras di pelipisnya. Nafasnyapun sangat tersengal-sengal. Rio tertunduk mencoba mengatur nafasnya yang berantakan.

“kak…” panggil Ify.

Rio menoleh padanya. Ia dapat melihat kekhawatiran Ify padanya dengan sangat jelas. Tadi tangannya sedikit terkilir, namun karena lukanya itu, tangannya jadi terasa sangat sakit. Dan disaat tangannya sakit itu, Alvin menabraknya hingga ia terjatuh.

Ia menyunggingkan seulas senyum tipis pada Ify. Mengisyaratkan pada ify, bahwa ia tidak apa-apa. Ia kembali berdiri, membuat Ify semakin khawatir dengannya.

“kak? Mau kemana??”

“mau ngelanjutinlah!”

Ify melongo mendengar jawaban Rio. Itu tangannya masih berdarah. Masa udah mau main lagi. ah benar-benar gila kekasihnya ini! Mau nyari mati ya ni orang satu!

“kak, itu tangannya masih berdarah! Ga! Udah ga usah dilanjutin lagi!! udah cukup sampe sini aja!”

“engga! Aku mau dilanjutin!”

“ga usah kak Rio! Itu tangan kamu udah kaya gitu! Mau mati yaa?!”

“ah, bodo! Pokoknya aku mau lanjut! Ayo!!”

Tanpa mengindahkan larangan sang kekasih, Rio meninggalkan Ify dan kembali ke tengah lapangan. Membuat semua murid kembali berteriak heboh.

Riotidak mau permainan ini berakhir sampai sini saja. Karena skor mereka hanya berbeda tipis. 37:35 untuk Alvin. Makanya ia tak mau hanya sampai di sini saja. Ia masih mau mengalahkan Alvin. Pokoknya sebelum waktu pertandingan habis, ia tidak akan mau keluar dari lapangan. Biar saja jika hari ini tenaganya harus diforsir hanya untuk bertanding dengan lawannya itu.

Pertandingan pun kembali dimulai setelah pluit tanda dimulainya pertandingan terdengar. Sorak sorai kembali terdengar di seluruh sudut lapangan. Semua kembali berteriak menyemangati Rio.

Rio tidak memperdulikan tangannya yang semakin banyak mengeluarkan darah. Yang ia pikirkan hanya IA HARUS BISA MENGALAHKAN ALVIN !!
***

Waktu sudah menunjukan pukul 9:23. Berarti sudah sekitar satu jam lebih mereka berdua bertanding. Dari waktu selama itu, skor yag diperoleh sudah 78:78. Skor seri. Mereka selalu bisa saling mengejar satu sama lain.

Rio kini masih mengusai bola. Mereka akan bermain satu setengah jam penuh tanpa istirahat. Alvin masih berusaha merebut bola dari Rio. Permainan semakin seru dan panas.

Kekuatan dua laki-laki ini memang benar-benar tidak bisa diragukan. Mereka memang sama-sama ahli dalam bidang ini. Lihat saja, skor selalu susul menyusul dengan tembakan-tembakan indah dari mereka.

Mereka terus saling menggocek satu sama lain. Berusaha merebut bola dari lawan. Dan terus berusaha mencetak angka dengan baik. Terus berusaha untuk mengalahkan yang lain.

Skor terakhir kini 96:95 untuk Rio. Sangat tipis sekali bedanya. Sedangkan waktu tersisa hanya tinggal kurang dari lima menit.

Rio masih menguasai bola. Ia sekarang sedang berusaha untuk mencetak angka yang lebih lagi. dan Alvin sedang menghadangnya di depan. Alvin terus berusaha merebut bola dari Rio.

“RIO !! RIO !!” semua terus menyerukan nama Rio untuk memberikan semangat pada Rio. Termasuk Ify yang sudah teriak-teriak tak karuan melihat permainan Rio yang benar-benar serius itu.

Ketika Rio akan segera melempar bolanya, entah apa yang membuyarkan konsentrasinya sehingga bola dengan mudahnya diambil Alvin. Dengan lemparan indahnya, bola itu masuk dengan mulus ke dalam ring, dan ia berhasil mencetak mencetak 3 angka langsung. Dan pluitpun dibunyikan, pertanda waktu sudah habis.

Rio menepuk dahinya. Sial! Bisa-bisanya Alvin membuat three point di saat-saat terakhir pertandingan. Aaaah!! Apa sih yang mengganggu konsentrasinya tadi!? Rio merutuk dalam hati.

Semua muridpun, kembali bersorak sorai. Melihat skor akhir dari mereka berdua yang benar-benar bikin geregetan. 98:96 untuk Alvin. Terlihat raut kecewa dari para pendukung Rio.

Ify segera berlari turun dari bangku penonton ke pinggir lapangan. Rio yang melihat Ify turun, langsung berlari menghampiri Ify.

Dengan panik, Ify menyambut kedatangan Rio. Perban Rio sudah berwarna merah penuh. Tidak ada lagi celah berwarna putih di perbannya. Ify segera menarik tangan Rio itu.

“bandel banget sih dibilangin! Udah dibilang ga usah dilanjutin ! tetep aja ujung-ujungnya kalah kan?! Liat nih tangan kamu sampe berdarah kaya gini! Ngeyel banget sih jadi orang! Kalo sampe ada apa-apa sama tangan kamu gimana coba!? Ga sayang diri sendiri banget sih!” ujar Ify dengan khawatirnya sambil membuka perban itu. Wajahnya sudah memerah menahan tangis.

Rio menunduk mendengar celotehan Ify. Ia masih berfikir mengapa ia bisa kalah dengan cowo itu!

“udahlah Fy! Aku ga apa-apa!! Ga usah lebay gitu dong!”

Ify mendongak menatap tajam Rio sambil menganga. Apa!? Bisa-sianya Rio bilang Ify lebay! Ia sangat panik! Panik dengan kekasihnya yang menyebalkan itu karena tangannya berdarah! Masih dibilangg lebay juga?!

“lebay!!? Kamu bilang aku lebay!!!?? Aku khawatir tau gak! Gara-gara tangan kamu berdarah!!! Aku ngekhawatirin kamu! Kamu malah bilang aku lebay!! Kamu tuh…” Ify menahan emosinya. Rio ini benar-benar sangat menyebalkan!

Ify berdiri dari duduknya. Belum selesai ia mengobati tangan Rio, ia sudah di buat kesal duluan dengan laki-laki satu ini. Ia menatap Rio dengan tajam.

“yaudah kalo kamu ga mau aku khawatirin lagi! urusin aja tuh sendiri! Aku ga bakal lagi peduli sama kamu! Terserah kamu mau ngapain! Terserah kamu mau kenapa! Aku udah ga peduli!”

“pantesan kamu kalah, ternyata emang kamu itu ga pantes jadi pemenang!”

Setelah marah-marah seperti itu, Ify langsung pergi meninggalkan Rio sendirian. Ia benar-benar kesal sekali dengan kekasihnya itu. Apa-apaan sih coba?! Dikhawatirin malah bilang lebay!

Tidak tahukah Rio bahwa ia sport jantung di kursi penonton menyaksikan pertandingan Rio? Apalagi saat melihat tangannya sudah berdarah! Sekarang malah dibilang lebay! Ify benar-benar sakit hati!

Rio menatap punggung Ify yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia menghela nafas berat. Berantem lagikan?! Hah… ada apa sih dengan ia? Mengapa ia menghancurkan segalanya?

Ia meratapi kembali tangannya itu. Darahnya masih terus keluar. Ify belum selesai mengobatinya. Perih. Belum selesai masalahnya yang kemarin dengan Ify, sekarang mereka sudah bertengkar lagi.

Masih asik dengan lamunannya, ia tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang benar-benar membuatnya ingin meninju wajah orang itu.

“kenapa tangannya? Gue obatin yaa??”

Gadis hitam itu, duduk di sebelah Rio dan melanjutkan sesi pengobatan Ify. ia menarik tangan Rio. Namun Rio kembali menarik tangannya.

“gak perlu!!” ketusnya.

Iapun bangkit dan pergi meninggalkan Zevana dengan perasaan yang kacau. Ia harus segera menyelesaikan urusannya dengan Ify. ia tidak mau masalah ini menjadi lebih ribet lagi.

Sedangkah Zevana, menggerutu dalam hati. Kesal. Karena dicuekin sama Rio. Apa sih bagusnya si Ify sampe-sampe Rio nyuekin dia gitu! Pikirnya dalam hati.
***

Ify terus melangkah di sepanjang koridor. Masih memikirkan  sikap Rio yang benar-benar membuatnya gondok setengah mati. Kemarin marah gara-gara ia membela cowo lain. Lah sekarang, dikhawatirin juga marah. Maunya apa sih tuh orang?!

Sedang asik-asiknya berfikir, tiba-tiba ia berpapasan dengan Alvin.

“kak Alvin!!” panggil Ify.

Alvinpun menghentikan langkahnya.

“kenapa Fy?”

“engga Cuma mau bilang selamat aja udah ngalahin kak Rio…” Ify mengulurkan tagannya untuk berjabat tangan dengan Alvin.

“oh iya, makasih yaa…” Alvin membalas uluran tangan Ify sambil tersenyum.

Tiba-tiba seseorang melepaskan tangan Alvin dan Ify dengan kasar. Membuat mereka berdua menoleh kaget.

“ga usah sentuh-sentuh cewe gue!!” bentaknya. Ia menatap tajam Alvin.

“kak Rio?! Apaan sih?? Udah sana! Katanya aku lebay! Ngapain masih ngurusin aku! Udah sana!!” ucap Ify.

“apaan sih fy! Emang aku tadi bilang gitu! Tapi aku ga bermaksud ngatain kamu!!”

“au ah!! Duluan kak!” setelah pamit pada Alvin, ia langsung pergi kembali meninggalkan Rio.

Rio menatap Alvin dengan tajam. Kebencian itu kembali terpancar dari matanya.  Setelah itu ia pergi menyusul Ify.

Alvin menghela nafas. Mau sampai kapan mereka akan terus begini? Setiap bertemu, pasti selalu saling menatap tajam. Ia tidak mau semua ini berlarut terus sampai suatu saat bisa menjadi sangat parah. Tapi Rio selalu begitu setiap melihatnya.

Okeh, semua pasti akan kembali seperti dulu. Pasti! Semua pasti akan kembali menjadi indah lagi. akan ada saatnya itu. Ia percaya keajaiban Tuhan. Tidak ada yang tidak mungkin. Dan persahabatan yang sejati, pasti akan berpihak padanya. Pada mereka.
***

Cakka terus berlari mengejar Oik yang sedari tadi terus berusaha menghindar darinya. Ia ingin menagih jawaban pada Oik atas pengakuannya kemarin. Tadi ia sudah berusaha bertanya, tapi karena insiden Rio di lapangan tadi, akhirnya ia menundanya. Saat nontonpun, Oik selalu berpura-pura tidak mendengar apa yang Cakka ucapkan.

Sekarang, ia akan kembali meminta jawaban Oik. Namun, daritadi Oik tidak berhenti melangkah sama sekali. Malah mempercepat langkahnya. Tapi cakka akan terus berusaha mendapatkan jawaban –yang memusakan- dari Oik.

“IK IK tunggu !!” teriak Cakka terus mengejar Oik.

Oik mendengar. Sangat mendengar malah. Tapi ia belum siap untuk menjawab. Ia masih bimbang. Ia semakin mempercepat langkahnya. Berpura-pura tidak mendengar, meski ia tau, itu adalah hal bodoh! Karena Cakka pasti tau, bahwa ia mendengarnya. Orang Cakka teriak!

Tapi Oik tetap saja berusaha menghindar. Ia semakin mempercepat langkahnya, hingga berlari. Melihat ada kamar mandi wanita di ujung jalan, iapun memilih untuk masuk ke dalam toilet itu. Ini pasti adalah cara yang tepat untuk menghindari Cakka. Tidak mungkinkan Cakka ikut masuk ke dalam toilet itu.

Dengan segera Oik mendorong pintu toilet, masuk ke dalam, dan menutup pintunya. Ia bernafas lega ketika ia sudah berada di dalam toilet. Ia dapat mendengar jelas Cakka yang mengetuk-ngetuk pintu toilet, sambil meminta pada Oik untuk membuka pintunya.

“Ik,buka! Lo kenapa sih ngehindarin gue? gue Cuma mau nanya jawaban lo apa???” tanya Cakka sambil mengetuk-ngetuk pintu toilet.

Oik tak menjawab, karena memang ia bingung harus menjawab apa.

“Ik… yaudah kalo lo ga mau jawab sekarang. Tapi semakin lo menghindar, semakin antusias gue ngejar lo!”

Setelah berucap seperti itu, sudah tidak lagi terdengar Cakka mengetuk-ngetuk pintu toilet. Mungkin Cakka sudah pergi. Dengan perlahan, Oik membuka pintu itu dan mengintip keluar. Ia menyembulkan kepalanya di pintu, menengok ke kanan dan ke kiri. Memastikan dulu bahwa Cakka sudah tidak ada lagi di sekitarnya.

Setelah ia yakin Cakka sudah benar-benar tidak ada di sana lagi, iapun keluar seutuhnya dari balik pintu. Lalu menarik nafas lega.

“huft, maaf ya kak. Aku belom siap buat jawab.” Gumamnya.
***

Dua insan itu kini duduk bersampingan. Meski tidak seperti dulu. Jika mereka duduk berdua, pasti akan diselingi oleh canda tawa, atau peluk kasih, atau ciuman mesra di pipi.

Namun kini, mereka hanya berdiam. Tidak ada yang berani bicara duluan. Mereka berdua sama-sama menutup mulut rapat-rapat. Canggung. Itulah mungkin penyebab utamanya.

Hingga waktu sudah berlalu 30 menit, masih keheningan yang menemani mereka. Sang gadispun yang sudah benar-benar tidak tahan dengan keheningan ini, langsung memecah keheningan dengan melontarkan pertanyaan.

“ck, mau ngomong apa sih??! Udah setengah jam, ga ngehasilin apa-apa!!” ketus sang gadis.

Si pemudapun menoleh menatap gadisnya itu. Ia menghela nafas lalu menghadapkan dirinya ke arah sang gadis.

“aku… mau tanya sama kamu…” ucap Alvin, dengan sedikit ragu.

“apa?” tanya Shilla jutek tanpa menoleh ke Alvin.

Alvin kembali menarik nafasnya dalam-dalam. Mencoba meyakinkan diri. Ia harus bisa menyelesaikan semuanya sekarang!

“apa kamu masih sayang sama aku?” tanya Alvin.

Shilla terdiam sejenak. Mencoba mencermati pertanyaan yang Alvin lontarkan padanya. Lalu sesaat kamudian, ia menarik ujung bibirnya ke atas , membentuk sebuah senyum miring yang lirih.

Alvin mengernyitkan dahi melihat senyuman Shilla itu.

“kamu masih nanya kaya gitu??” sinisnya dengan sangat tajam.

“ma…maksud kamu??” tanya Alvin bingung.

Shilla tertawa meremehkan.

“masih pantes apa kamu nanya kaya gitu?! Setelah apa yang udah kamu lakuin!”

“Shil, aku ngajak kamu ngomong, aku mau nyelesaiin semuanya! Aku gak mau ini semua berlarut! Jadi tolong, kamu jawab pertanyaan aku dengan sejujur-jujurnya.”

“enak banget ya jadi kamu! Kamu udah ngerasain kepuasan dari cewe lain, sekarang kamu masih ngarepin aku! Bener-bener hebat!!”

“apa maksud kamu?? Kepuasan?! Apa maksud kamu dengan kepuasan!!?”tanya Alvin agak keras.

“puas, udah NYIUM IFY!”

PLAAAAK

Saking emosi dan sakit hati mendengar ucapan Shilla, Alvin melayangkan tamparannya ke pipi Shilla. Kenapa SHilla bisa berucap seperti itu??

Namun di detik yang berikutnya, perasaan bersalah langsung menyergap Alvin. Apalagi ia melihat pipi Shilla memerah.

Shilla memegang pipinya dan tersenyum meremehkan ke Alvin.

“heh, udah aku duga! KAMU ITU PENGECUT! Berainya mukul cewe!!” bentak Shilla.

“ma..maaf Shill… aku , aku ga sengaja… aku reflek. Aku emosi…” ucap Alvin menyesal.

“maaf. Kamu pikir maaf kamu bisa ngurangin rasa sakit hati aku!”

“iya Shill, aku tau aku salah! Aku tau aku emang jahat banget! Kamu boleh hukum aku!!”

“hukum??? Hukuman apapun bahkan ga setimpal sama apa yang kamu lakuin!”

Alvin bangun dari duduknya. Ia menatap Shilla sejenak. Lalu merendahkan dirinya, dengan berlutut di hadapan Shilla. Ia berlutut dan menundukkan kepalanya.

“aku salah. Aku tau. Sangat tau! Maka dari itu, aku rela dihukum. Dihukum apapun! Aku rela. Bahkan kalo kamu mau bunuh aku, kamu boleh kok bunuh aku! Aku rela Shill!”

Shilla menatap Alvin yang sedang berlutut di hadapannya. Hatinya tergelitik. Sesungguhnya dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin sekali memeluk lelaki ini. Sangat ingin. Tapi, apa daya. Ia tak sanggup.

Apa yang harus ia lakukan. Inilah saat yang paling tak ia sukai. Saat Alvin meminta maaf padanya. Saat Alvin meminta untuk dihukum olehnya. Ia sangat tak sanggup melihat kekasihnya yang masih sangat ia cintai itu melakukan hal yang tak sepantasnya.

Ia tau, sangat tau. Alvin masih sangat mencintainya. Iapun merasakan hal yang sama. Namun, sakit hatinya yang melarangnya untuk memaafkan Alvin dengan Cuma-Cuma.

“BANGUN!!” bentaknya .

“maafin aku Shill!”

“tolong berdiri!”

“Shill…”

“BANGUN atau…”

“atau apa?? Aku siap kamu hukum! Aku siap terima apapun hukuman dari kamu! Aku siap! Asal sakit hati kamu terbayar! Aku rela!”

Shilla tak kuasa menahan air matanya. Akhirnya, air mata itupun jatuh membasahi pipinya. Ia tidak tega. Sangat tidak tega. Ah, Alvin, tolong jangan buat Shilla semakin bersedih dengan caramu yang seperti ini…

Shilla langsung mendorong Alvin yang langsung terdorong ke belakang. Dan Shilla langsung bangkit berdiri dengan air mata yang sudah meleleh.

“AKU GA BAKAL MAAFIN KAMU !!!” teriak Shilla dan langsung berlari pergi.

Alvin tak tinggal diam. Ia bangkit berdiri dan mengejar Shilla.

Shilla berlari dan terus berlari dengan air mata yang terus meleleh. Hingga tangan Alvin terpaksa menahan langkahnya. Dan iapun terpaksa berhenti.

“tolong  hukum aku! Aku mohon! Lebih baik kamu hukum aku! Daripada kamu harus naggung rasa sakit hati kamu sendiri!” pinta Alvin sambil mencengkram bahu Shilla.

Shilla menggeleng-geleng. Entah apa maksudnya. Ia masih bingung, apa yang harus ia perbuat.

“maafin aku…” lirih Alvin. Ia menarik Shilla ke dalam pelukannya. Mendekap Shilla dengan lembut namun erat. Ia ingin Shilla tau, ia sangat mencintai Shilla. Sungguh, hanya Shilla yang ada di hatinya. Tak ada gadis lain. Ia hanya ingin menyerahkan seluruh yang ia punya, segala yang ia mampu, hanya untuk Shilla.

Kejadian kala itu. Ah, itu sungguh kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan. Ia tidak pernah berniat untuk melukai perasaan Shilla dan Rio. Tidak. Ia tidak pernah berniat sedikitpun untuk melakukannya. Ia sendiri tidak tau, apa yang telah ia perbuat kala itu. Mengapa ia bisa melakukannya.

Shilla melepaskan pelukan Alvin. Ia tidak ingin terlarut dalam perasaan rindunya. Ia masih marah pada Alvin. Ia belum mau memaafkan Alvin! Tapi jika Alvin memeluknya, bisa-bisa dengan sangat mudah ia mengatakan, aku maafin kamu. Ia tidak mau itu terjadi.

“lupain semuanya! Lupain semua cerita yang pernah kita rangkai! Lupain semua rasa
yang pernah tumbuh diantara kita! Lupain semuanya!” lirih Shilla.

Alvin membelalak. Hatinya menjadi kotar-katir tak karuan. Apa maksudnya SHilla? Apa maksudnya melupakan semuanya? Apa maksudnya??

“ma.. maksud kamu apa Shill?” tanya Alvin takut.

“kita…” Shilla menggantungkan ucapannya. Lalu membuang pandangannya dari Alvin. Karena jika ia melihat mata itu, hatinya akan kembali terasa sakit, namun ia tidak bisa mengucapkan maksudnya.

“apaa Shill?” perasaan Alvin semakin ga karuan. Jangan! Jangan katakan itu! Jangan katakan kata itu! Alvin tak siap mendengarnya! Alvin tak mau mendengarnya! Tolong jangan katakan itu Shilla!

“kitaa… putus!” ahh..

JEDEEER JEDDEEER

Kalimat itu, kata itu, akhirnya terucap dari mulut Shilla. Apa ?! Shilla baru saja memutuskannya! Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Alvin masih sangat mencintai Shilla! Alvin tidak mau kehilangan Shilla! Alvin tidak mau semuanya berakhir hanya karena masalah ini!

“engga! Engga Shill! Engga! Aku ga mau!” tolak Alvin.

“keputussan aku udah bulet!”

“Shill pliss. Ah, Shill. Kita masih bisa nyelesaiin masalah ini dengan cara baik-baikkan??! Iya kan?! Gaperlu putus Shill! Engga!” ujar Alvin keras. Ia sangat shock dengan keputusan Shilla. Ah, ini pasti terjadi kesalahan. Iya, pasti ada kesalahan. Tidak mungkin Shilla memutuskan hubungan mereka! Alvin sangat yakin sekali, Shilla masih mencintainya. Sama seperti yang ia rasakan.

“SHil, bilang sama aku, tadi itu Cuma bercanda kan?? Bilang Shill ! bilang kalo itu semua Cuma lelucon aja! Kamu Cuma mau ngerjain aku aja kan ?! iya kan Shill??” Alvin jadi kaya orang stres kan? Alvin benar-benar shock.

“itu semua bener! Aku serius!” tegas Shilla.

“ta… tapi kenapa Shill?? Kamu udah ga sayang lagi sama aku???”

“iya!”

“bohong!”

“engga! Aku serius!”

“bohong! Aku ga percaya!”

“aku beneran! Ga ada yang namanya main-main sekarang!”

Alvin mencengkram kembali bahu Shilla. Lalu memaksa Shilla untuk menatap matanya.

“kamu pasti bohong! Tatap aku SHil! Liat mata aku!”

Shilla masih membuang pandangannya. Menghindari tatapan mata Alvin. Ia, tidak ingin apa yang ia ucapkan tadi, akan ia tarik kembali.

“Shilla liat aku! Tolong liat aku!”

Shilla masih tetep tak mau menatap Alvin.

“SHILLA, LIAT AKU!!” bentak Alvin. Membuat Shilla terpaksa menatap mata Alvin.

“sekarang kamu bilang, kamu beneran udah ga sayang lagi sama aku! Bilang kamu benci sama aku! Bilang kalo kamu bener-bener mau putus sama aku! Bilang Shill!”

Shilla menatap mata Alvin dalam-dalam. Sebuah ketenangan menyergap hatinya seketika. Ia tak dapat lagi berkata-kata. Matanya kembali berkaca-kaca. Ia tidak bisa mengatakan apa yang ia katakan tadi. Tidak bisa! Semuanya hilang seketika, saat mendapati sebuah keteduhan dari mata itu.

Alvin tertawa meremehkan. Ia tau pasti, apa yang Shilla ucapkan tadi bukan dari hatinya yang paling dalam. Shilla hanya masih emosi. Ia sangat yakin, Shilla masih mencintainya.

“kamu ga bisa bilang kan? Kamu boongkan??! Tadi itu, engga dari hati kamu kan??!” tanya Alvin.

Shilla menggeleng pelan. Entah apa maksudnya. Ia masih menatap mata itu. Masih ingin terus di teduhkan oleh mata itu. Masih ingin mendapatkan ketenangan yang tak terkira dari mata itu. Ia masih ingin memiliki mata itu.

Mata itu seperti memakunya. Mata itu, bagaikan magnet yang sangat kuat. Menariknya hingga susah dilepaskannya. Mata itu, bagaikan sebuah perekat. Ia sama sekali tak bisa mengalihkan pandangannya dari mata itu. Tidak bisa!

“kamu masih cinta kan sama aku? Kamu masih sayangkan sama aku??” tanya Alvin lirih.

Shilla terdiam tak menjawab. Ia masih saja menatap mata itu. Mencari srti dari semua ini. Membuat Alvin tak kuasa untuk melepaskan tatapannya dari mata Shilla. Ia menatap Shilla, Tepat pada manik mata Shilla. Membuat jantung Shilla berdetak tak karuan. Hatinya tergelitik. Sial!

Dalam diam, mereka saling menatap. Dengan raga yang sudah tak bersatu lagi dengan jiwanya. Tanpa mereka sadari, mereka melangkah untuk menghapus jarak yang tercipta diantara mereka. Semakin mendekatkan diri satu sama lain. Semakin merekatkan diri. Melepaskan semua rindu yang membara di dalam dada. Mungkin.

Semua mereka lakukan tanpa sadar. Hati dan pikiran mereka sedang tidak bersatu. Semua itu benar-benar di luar kendali mereka. Hingga pada saat mereka tersadar, namun semua telah terjadi. Shilla yang benar-benar di buat tak sadar oleh Alvinpun, kembali meneteskan air matanya.

PLAAAAAK

“aku benci kamu!!”

Bersambung……

Author: Amel^^
Facebook: Amelia Astri Riskaputri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar