The Power Of Love *Part 23*
Sesampainya di rumah Cakka, Oikpun turun dari mobil Cakka. Ia berlari menuju pintu sebelah kiri dan membantu Cakka turun dari dalam mobilnya.
Oik menuntun Cakka sampai ke dalam rumah. Ia mendudukan Cakka di kursi di ruang tamu rumah Cakka.
“kak, kotak obat di mana?” tanya Oik pada Cakka.
“di lemari.”
“aku ambil ya kak?”
Cakka mengangguk.
Oik berlari menuju lemari dan tak lama kembali bersama kotak obat itu.
Ia berlutut di hadapan Cakka, dan mengeluarkan kapas, perban, obat merah, alkohol, dan lain-lain. Lalu ia menggulung lengan baju Cakka, dan menotolkan (?) alkohol ke kapas. Dan setelah itu di bersihkanya luka Cakka dengan kapas itu.
Sesekali terdengar rintihan dari Cakka. Mungkin karena luka sabetan itu, membuatnya merasakan perih. Tapi Oik tetap dengan sabar dan hati-hati mengobati luka Cakka.
“kak, makasih ya tadi udah nolongin aku.” Ucapnya di sela-sela kegiatannya.
“iya, nyantai aja.”
“maaf, gara-gara aku, kaka jadi luka begini. Ini pasti sakit banget.”
“haha, polos banget sih lo. ya gapapa. Sekali-kali berkorban buat orang lain.”
Oik tak menjawab. Ia terus melanjutkan sesi pengobatan lengan Cakka dalam diam. Hening. Tak ada yang berbicara. Hanya terdengar suara angin yang berbisik.
Cakka memperhatikan gadis manis di hadapannya itu. Gadis ini, polos. Polos sekali. Cakka sedikit tertarik pada kepolosan gadis ini. Entah, tapi ia tidak pernah menemukan gadis seperti Oik. Gadis ini, menyimpan sejuta tanda tanya di benak Cakka. Mampukah Cakka menakhlukannya? Samakah gadis ini seperti gadis yang lainnya?
Ah entahlah. Tak ada yang tau jawabannya kecuali Oik sendiri.
Hingga Oik selesai merapikan kotak obat itu, suasana hening mash terjadi di antara mereka. Entah mengapa, kali ini, tidak ada kalimat mengejek diantara mereka seperti biasanya. Mungkin karena Oik yang merasa berutang budi pada Cakka, dan Cakka yang masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya akibat hantaman dari para preman-preman tadi.
Oik berdiri, ingin mengembalikan kotak obat itu ke tempat asalnya, tepat pada saat Cakka juga berdiri. Membuat mereka bersenggolan sedikit kencang. Dan membuat keseimbagan Oik dan Cakka hampir saja hilang. Namun, ketika Oik akan jatuh, dengan sigap tangan Cakka menahan tubuh Oik. Hingga sekarang, posisi mereka sangat dekat. Dan mata mereka bertemu dan saling beradu pandang.
Bukan tatapan sengit seperti biasanya. Melainkan tatapan yang lebih menjurus ke menelaah. Mencermati wajah satu sama lain. Dan akhirnya di saat yang bersamaan, pikiran mereka terbang ke dunia khayal masing-masing.
DAG-DIG-DUG
Jantung mereka sama-sama berpacu dengan cepat. Terutama Oik yang sebelumnya belum pernah sedekat ini dengan seorang laki-laki.
Cakkapun tak jauh beda. Jantungnya ser-seran tak menentu. Karna sebelumnyanya pun , ia belum pernah berjarak sedakt ini dengan seorang gadis.
‘alamak.. jantung gue kenapa ini??’ batin Cakka.
‘Tuhan, Tuhan, aku ga bisa ngontrol detak jangtung aku…’ batin Oik.
“awww” tiba-tiba Cakka merasakan tangannya yang tadi sakit, menjadi semakin sakit karena menahan tubuh Oik. Ia melepaskan tubuh Oik secara spontan. Membuat Oik terjatuh.
“aww, sakittt…” keluh Oik sambil memegang pinggangnya.
“eh, ah, sori sori Ik. Yaampun gue lupa. Ga sengaja.” Sesal Cakka sambil merunduk mengulurkan tangannya.
“eergh, sakit tau kak….”
“iya iya, sori gue lupa. Abis tadi tangan gue langsung ngilu.”
“huft.” Oik menerima uluran tangan Cakka dan iapun kembali berdiri.
“abis lo berat baget sih Ik!”
“enak aja”
“buktinya tangan gue jadi sakit…”
“tangan kamukan emang sakit kak!”
“iya tapi gara-gara lo jadi tambah sakit!”
“enak aja. Ngapain sih nyalahin orang! Orang emang udah sakit dari sananya jga!”
“ya tadinyakan udah mendingan.”
“au ah. Males. Makasih. Met malem…” Oik lagsung berjalan menuju ke pintu rumah Cakka. Dan keluar.
“nih anak, mau nyari mati ya pulang sendiri malem2. Udah tau tadi hampir mati sama preman. Ini mau nyari lagi dia… ckckck” Cakka pun keluar meyusul Oik.
“eh, elo mau masa depan ancur gara-gara abis sama preman malem ? mau so so an lo pulang sendirian malem-malem gini?” teriak Cakka, membuat Oik berhenti melangkah dan berbalik pada Cakka.
“hehe, iya.. engga maulah kak. Anterin dong!” cengir Oik.
“nyeeh, dasar lo! gue kira beeran mau cari mati…”
“anterin kak!” pinta Oik.
“rayu gue dulu dong!” Cakka ngelunjak.
Oik memutar kedua bola matanya. Emang dasar nyebelin nih si Cakka.
“kak Cakka yang ganteng BANGET, anterin aku pulang dong!” ucap Oik dengan sangat terpaksa dan nada yang dipaksakan tulus.
“hem, anak pinter. Okeh, kak Cakka yang ganteng banget ini akan mengantarkan kamu pulang… haha”
Cakka langsung melangkah menuju mobilnya dan masuk. Oik mengikuti dan Cakkapun segera mengantarkan Oik pulang ke rumahnya.
***
Semua memandangnya dengan pandangan jijik. Entah mengapa. Apa ada yang aneh dengan penampilannya? Ah, iya. Ia lupa bahwa semua orang memang sudah ilfeel terhadapnya. Tapi ada yang aneh untuk hari ini. Kemaren-kemaren, tidak ada yang sampai sebegitunya. Namun mengapa hari ini mereka memandangnya seperti itu?
Alvin sangat risih sekaligus bingung. Ada apa dengan hari ini? Padahalkan kejadian itu sudah berlalu. Meski keadaan belum sama sekali berubah menjadi lebih baik sedikitpun. Namun mengapa baru hari ini mereka seperti merasa ilfeel padanya?
Alvin terus berfikir atas alasan apa mereka begitu jijik terhadapnya. Padahal jelas-jelas hari ini penampilannya sangat wajar seperti biasanya. Ia tidak mengeluarkan bau menyengat. Atau dandanannya pun sangat biasa, tidak ada yang aneh seperti biasanya. Ia yakin itu.
Kebingungannya semakin bertambah ketika ia melihat mading sekolah penuh di kerubuti oleh para siswa GB. Ia berhenti melangkah di belakang orang-orang itu. Terdengar sekali bahwa mereka sedang menyebut-nyebut namanya. Ada apa di mading itu?
Alvin berusaha menyerobot, dan misi sana-sini untuk melihat berita terbaru apa yang ada di mading sehingga membuat satu sekolahan gempar dan membicarakan dirinya. Setelah melalui sedikit perjuangan -karena begitu banyaknya murid sehingga ia susah untuk sampai di depan mading- akhirnya ia tiba di hadapan mading tersebut.
Langsung terdengar kasak-kusuk di belakang Alvin. Mereka semuapun memandang Alvin dengan tatapan yang sama seperti yang dilakukan oleh teman-teman mereka yang lainnya saat Alvin memasuki sekolah tadi.
Alvin membaca dengan lantang dalam hati kata per kata, baris per baris, isi dari mading tersebut. Alvin sedikit menganga kaget kala otaknya langsung connect dengan maksud dari artikel mading yang ditulis dengan huruf kapital semua, menandakan ketegasan dari maksud isinya.
A GOOD FRIEND, WILL NEVER DARE TO HURT AND BETRAY HIS FRIEND. A TRUE FRIEND WILL NOT BE ABLE TO SEE HIS FRIEND GET HURT. BUT I’VE BETRAYED MY BEST FRIEND. I AM ALVIN JONATHAN, CONFESS, I HAVE A TRAITOR! I AM NOTHING MORE THAN A MAN JERK, WHICH IS NOT WORTH ANYTHING. I SHOULD BE HATED! I DESERVE TO BE DESTROYED! I DO HAVE TO BE DESTROYED! YOU MAY PUNISH ME YOUR HEART’S CONTENT!
ALVIN JONATHAN XI IPA 2
(seorang sahabat yang baik, tidak akan pernah berani menyakiti dan mengkhianati sahabatnya. Seorang sahabat sejati tidak akan mampu melihat sahabatnya terluka. Tapi saya sudah mengkhianati sahabat saya. Saya Alvin Jonathan, mengaku, saya adalah seorang pengkhianat. Saya tidak lebih dari seorang laki-laki brengsek yang tidak bernilai apapun. Saya patut dibenci! Saya memang harus dihancurkan! Kalian boleh menghukum saya sepuas hati kalian!)
Alvin membaca ulang deretan kata menyakitkan hati itu dalam hati. Ia mencoba mencermati ulang makna kata demi kata yang tertulis di sana. Apa maksudnya ini? Siapa yang telah menulisnya? Siapa yang tega-teganya menjelek-jelekannya seperti ini di umum?
Tangannya mengepal kuat. Membuat seluruh permukaan tangannya memerah dan sedikit membiru. Ia tau, sangat tau bahkan, ia memang bersalah. Ia memang pengkhianat. Ya, ia mengakui. Tapi apakah harus dipublikasikan seperti ini? Apakah harus dengan ditulis di mading sekolah, sehingga semua orang jadi ikut-ikutan membencinya juga? Mengapa tidak sekalian di terbitkan saja di pers dan masuk ke dalam koran dan majalah-majalah sehingga seluruh Indonesiapun tau keburukannya?
“eh ada apaan sih ini??!” suara seorang gadis membuat kasak-kusuk itu tidak terdengar lagi. namun, pandangan mereka terhadap Alvin masih sama.
Gadis itu sedikit kaget melihat Alvin yang tengah berdiri membeku di depan mading sambil menatap tajam ke arah sebuah artikel.
“kak Alvin??”
Alvin tidak menoleh. Ia tetap pada posisi awalnya. Gadis itupun ikut penasaran dengan apa yang sedang dilihat Alvin, akhirnya sedikit mendorong Alvin, dan membaca artikel yang ditulis dalam bahasa inggris dengan huruf besar-besar.
“ck, siapa nih yang bikin tulisan kaya gini?!” seru gadis itu. Lalu menarik artikel itu dari mading.
Kasak kusuk itu terdengar lagi. kali ini lebih frontal dan lebih tajam.
“dasar pengkhianat!”
“iya, pengkhianat emang harus dihancurin!”
“ga nyangka ya, kok bisa cowo seganteng, secuek itu ngelakuin hal yang ga seharusnya!”
“bukan sama cewenya lagi!”
“tapi sama cewe sahabatnya! Parah!!”
Si gadis yang merasa terusik dengan bisikan-bisikan itu langsung berbalik menghadap para siswa-siswi yang masih berdiri menatap Alvin. Ia menatap tajam sambil mendelik ke arah semua teman-temannya itu.
“say what you did? You don’t know anything about this! So, don’t meddle! This doesn’t corcern you! Than you guys even bother talking about him, you better care of it yourself! What you are think you are correct? You guys better than him??”
Semua diam menatap Ify.
“disband all!” serunya.
Hening sesaat. Semua menunduk entah apa yang mereka pikirkan. Melihatnya, Ify berdecak kesal.
“ck, what are you waiting!? Broke up there!”
Mereka masih diam di tempat. Entahlah. Apa yang mereka inginkan. Atau mereka tuli? Tidak mendengar Ify yang sudah mulai berteriak.
“what happens??! Anyone would you like to ask?! Or still need us? Or you’re all deaf, didn’t hear what I said earlier!??” tanya Ify tajam.
Semua saling menatap satu sama lain, dan saling berbisik. Lalu di detik yang berikutnya, semua kembali hening. Setelah itu, mereka semua beranjak pergi dari sana. Melihatnya, Ify bernafas lega.
Alvin masih berdiri mematung. Ia masih merasa kesal sekali dengan artikel di mading itu. Membaut hatinya terasa sangat sakit.
“kak, gue mau ketemu sama kak Rio. Gue mau urusin ini semua! Gue tau, ini pasti dia yang nulis. Gue atas nama kak Rio minta maaf ya kak. Gue tinggal yaa?”
Alvin tak bergeming. Namun ia mendengarkan ucapan Ify.
“kak???”
“ya.. lo pergi aja!”
Ify menarik nafas panjang. Lalu kembali berkata,”oke, gue tinggal yaa??”
Dan iapun beranjak pergi dari sana.
***
Ia melangkahkan kaki menuju ke arah kelas XI IPA 2. Sedikit tergesa, ia tidak sabar ingin mengintrogasi Rio. Ia yakin sekali si penulis mading ini adalah kekasihnya. Entahlah, feelingnya berkata demikian.
Sesampainya di kelas Rio, Ify mengetuk pintu dua kali. Lalu membukanya pelan. Ia mencondongkan kepalanya dari balik pintu. Lalu melihat kesekeliling kelas itu. Mencari sosok yang dicarinya. Dan ternyata, Rio berada di sana.
Iapun masuk ke dalam kelas itu tanpa segan. Lalu menghampiri sang kekasih yang tengah duduk membaca buku.
“ehem, kak Rio!” panggilnya berusaha biasa saja.
Rio yang mendengar namanya di panggil, langsung mendongak. Dan ia melihat Ify sedang berdiri di samping mejanya.
“kenapa Fy?? Tumben pagi-pagi ke sini??” tanya Rio mengerutkan kening. Sedikit bingung karena sebelumnya, Ify tidak pernah datang ke kelasnya saat udara belum terasa panas. Namun kali ini, ia melihat Ify berdiri di kelasnya, padahal bel belum terdengar berbunyi.
“anyone would like me to discuss with you. No time?”
Rio mengerutkan keningnya. Bingung. Tumben. Sepertinya ini serius. Iapun mengangguk dan segera bangkit dari kursinya.
Ify berjalan duluan, keluar dari kelas itu. Dan diikuti Rio di belakangnya.
Ify membawa Rio ke ruang aula. Sepertinya di sana adalah tempat yang aman untuk mereka berdua berbincang. Setelah menutup pintu rapat-rapat, Riopun bertanya pada Ify.
“ada apa?”
“apa maksud kamu nulis ini??” tanya Ify keras sambil menunjukan kertas yang ia cabut dari mading tadi.
Rio langsung memutar kedua bola matanya. Lalu dengan malas, ia mengambil kertas yang sedang Ify pegang.
“jadi kamu nuduh aku??” tanya Rio dengan malasnya.
“emang siapa lagi yang benci sama ka Alvin selain kamu!?” balas Ify tajam.
“kalo ini emang aku yang bikin, kamu mau apa??!” tanya Rio sedikit membentak.
“kenapa sih kamu harus ngelakuin ini??? Aku tau kamu marah. Aku tau dia salah. Tapi kamu ga perlu sampe ngejelek-jelekin dia kaya gitu!! Dia pasti malu banget!!!”
“ngapain kamu ngebelain dia!!? hah??!”
“aku ga ngebelain dia!! aku Cuma ga setuju sama cara kamu kaya gini!”
“oh, ya??” balas Rio sambil tersenyum miring. Tajam.
“kamu jangan childish gini dong!”
“aku ga childish! Aku berhak marah. Karna emang dia salah!! Aku mau dia ngerasain sakit hati yang aku rasain! Masih mending aku ga ngebales itu ke Shilla!”
“kak!”
“dia itu brengsek!”
“engga! Dia engga seburuk itu kak!”
“ga usah belain dia!”
“aku ga bela dia! itu emang kenyataannya!”
“IFY!!”
“dia salah, okey! Dia emang salah! Tapi kamu ga pantes ngehakimin dia kaya gitu! Ga pantes!”
“terserah aku!”
“kak Rio!”
“apa?! Mau ngebelain dia lagi!? mau nutupin kesalahan dia lagi!?? ga Fy! Ga akan bisa!!”
“kak! Kalo kaka ga gede-gedein masalah ini, pasti sekarang udah selesai!”
“kamu pikir gampang ngelupain kejadian itu!”
“aku pikir gampang kalo setan di hati dan pikiran kamu ga ngeracunin otak kamu! Mungkin dia jauh lebih dewasa ngehadepin masalah ini daripada kamu!”
“karna dia emang salah!”
“bukan! Karna dia punya pemikiran yang cemerlang, dan jauh dari emosi! Ga kaya kamu!!”
“terus aja kamu belain dia!! TERUS!!”
“itu kenyataan!”
Mereka akhirnya terlibat dalam percekcokan. Ini sepertinya percekcokan biasa. Hanya perbedaan pendapat saja. Tetapi itu sebelum Rio mengucapkannya.
“ngapain kamu ngebelain dia terus, hah??! Atau jangan-jangan, kamu seneng diperlakuin kaya gitu! Kamu seneng dicium dia!!? iya??! MURAHAN!!!”
JEDDEEEER
Bak disambar petir, hati Ify terasa perih mendengar penuturan Rio yang bilang bahwa ia apa tadi? Murahan??? Ify terdiam membeku. Air matanya meleleh seketika itu juga. Tubuhnya terasa panas.
PLAAAAK
“jaga mulut kamu Rio! Aku engga serendah yang kamu bilang tadi!!!”
Tamparan dari Ify yang cukup keras melayang ke pipi Rio. Dengan air mata bercucuran, Ify membentak Rio. Tidak taukah ia, bahwa ia telah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas ia ucapkan untuk kekasihnya?? Rio benar-benar keterlaluan!
Rio yang dibuat semakin emosi oleh tamparan yang dilayangkan Ify, langsung membalas ucapan Ify dengan tajam sangat tajam dan menusuk. Ia membentaknya.
“terus kamu mau apa?! HAH?! Kamu mau aku ngelakuin apa yang Alvin lakuin ke kamu! IYA!? KAMU MAU!!!! Kamu pikir aku ga bisa!? Kamu pikir dia doang yang bisa!!? Aku juga bisa Fy! AKU JUGA BISA!!”
Rio melampiaskan segala emosinya. Semuanya tumpah. Semuanya keluar dari mulutnya. Ia benar-benar sangat emosi. Bagaimana tidak!? Ia sudah dibuat emosi oleh Alvin. Sekarang, kekasihnyapun malah membela laki-laki lain dihadapannya. Yang sudah jelas-jelas salah, masih saja ditutup-tutupi kesalahannya. Jika Shilla yang mengatakannya tadi, ia masih memaklumi. Tetapi, ini? Ify, kekasihnya sendiri yang mengatakannya. Jelas saja, emosinya benar-benar diuji saat ini.
Dengan sangat emosi, ia melangkah maju mendekati Ify yang masih berdiri terpaku di tempatnya dengan air mata yang sudah berlinang dengan derasnya. Ify yang menyadari langsung bahwa kali ini, ia dalam situasi terancam, langsung tersadar dan melangkah mundur menjauhi Rio yang terlihat sangat emosi. Dalam kondisi seperti itu, Rio mampu melakukan apa saja yang ia mau. Termasuk membunuh Ify seketika itu juga, jika ia sudah benar-benar marah padanya.
Ify terus mundur, ketika Rio melangkah maju mendekatinya, dengan tatapan menusuk yang dipancarkan Rio. Ia benar-benar ketakutan sekarang. Ia sangat takut melihat Rio yang sedang dalam keadaan kalut karena emosinya. Ia tau Rio adalah orang yang tidak bisa mengatur, mengontrol, menahan emosinya sendiri. Dan ia tau, tadi ia sudah membangkitkan emosi itu. Habis, kali ini Rio memang salah!
Rio terus maju mendekati Ify. Entahlah iblis apa yang sedang merasukinya saat ini. Tapi kali ini, ia bear-benar emosi. Ia tidak bisa menahan diri lagi. ia ingin melampiaskannya. Tidak peduli bahwa yang akan terkena getahnya itu adalah kekasihnya yang sangat ia cintai. Rio mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Ify semakin ketakutan. Ia benci situasi seperti ini. Bodohnya ia tadi mengajak Rio bicara ditempat sepi. Ia tidak berfikir sampai ke sini. Bahunya bergetar. Tidak, tidak hanya bahunya saja! Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia terus mundur kala Rio maju mendekatinya. Apa yang akan Rio lakukan padanya? Tuhan, selamatkan ia dari kondisi ini.
Rio terus maju dan Ify terus mundur. Hingga Ify akhirnya memepet tembok. Terpaksa Ify menghentikan langkahnya. Dengan takut Ify melontarkan pertanyaan.
“ka..kamu mau… apa?” tanyanya sambil terisak.
Isakan yang cukup hebat. Ify menunduk. Takut melihat wajah kekasihnya itu, apalagi matanya. Apa yang akan terjadi dengan dirinya setelah ini? Apa ia tidak akan pernah keluar dari ruangan ini dengan selamat? Apa sebegitu teganyakah Rio menghabisinya?
Rio masih gencar melangkah mendekati Ify. Sampai Ify telah memepet dinding. Ia menatap tajam Ify dengan nafas yang tersengal. Menahan amarah yang sudah memuncak.
“kak… ma… mau ngapain??” tanya Ify ulang masih sambil terisak dan menunduk.
Rio tak menjawab. Ia malah menarik Ify semakin dekat dengannya. Ia melingkarkan tangan kirinya di pinggang Ify. Menariknya merapat dengannya. Membuat Ify semakin takut. Ia menunduk dan memejamkan matanya. Ia takkan berani menatap Rio. Tidak.
Rio memiringkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya ke Ify. Membuat Ify bisa merasakan hembusan nafas tersengal Rio di pipinya. Ia bisa merasakannya. Jantungnya semakin berdebar tak karuan.
Rio berhenti beberapa mili dari wajah Ify. Ia memandang wajah kekasihnya dari dekat dalam diam. Ia dapat melihat jelas butir-butir air mata Ify yang masih berlinang di pipinya, bahkan semakin deras. Ia pun dapat merasakan tubuh Ify yang bergetar hebat, dan nafasnya yang memburu sepertinya. Ia terdiam dalam posisi seperti itu, cukup lama.
PRAAAAANG
“AAAAA” jerit Ify ketakutan, ia terkesiap dan semakin memejamkan matanya.
Entah bagaimana, Rio melakukannya. Rio menonjok cermin yang berada di sebelah kanannya. Letaknya agak jauh dari tubuh Ify, sehingga pecahannya tidak melukai Ify sedikitpun. Hanya saja, sekarang tangannya bercucuran darah.
Rio melepaskan tubuh Ify dari pelukannya. Masih memandanganya dengan tajam dan nafas yang semakin memburu.
Ify membuka matanya dan alangkah terkejutnya melihat keadaan dalam ruang aula itu yang sudah benar-benar mengenasakan. Rio, tangannya, berdarah. Itu pasti karena ulahnya tadi.
“RIO!!” teriak Ify takut, marah, sedih, kaget kala melihat tangan Rio yang sudah berlumuran darah.
“Puas kamu Fy! PUAAS!! HAH!???” teriak Rio.
“RIO!!” Ify kembali berteriak.
“liat kan kamu!!? Kamu mau yang lebih parah lagi! hah!? Terus belain dia di depan aku! Kalau kamu mau liat nadi aku putus gara-gara salah satu dari pecahan kaca itu!”
Ify menggeleng lemah.
“aku… ga bisa ngelakuin itu Fy! Ga bisa… aku ga bisa nyakitin kamu! Aku ga mau. Aku ga sanggup!” lirih Rio agak histeris.
Air mata Ify kembali berlinang. Kali ini lebih deras lagi. ia menggigit bibir bawahnya. Dan meremas tangannya sendiri.
“aku… sayang kamu…” lirih Rio. Lalu ia mencium kening Ify.
Setelah itu, ia beranjak pergi dari ruangan itu.
Ify terkesiap kaget saat mendengar pintu ruangan itu dibanting oleh Rio. Ia kembali menangis dan tubuhnya merosot di dinding. Ia duduk memeluk lututnya sambil terus menangis.
Ia tidak tau kali ini, ia harus menyalahkan siapa. Atau ia yang bersalah? Meskipun ia yang bersalah, Rio tidak perlu sampai melukai dirinya sendiri. Lihatlah! Tangannya berdarah. Sangat banyak. Pasti tadi itu perih sekali. Ify memeluk lututnya semakin kencang saat mengingat bagaimana bunyi kaca tadi pecah. Tubuhnya bergetar semakin hebat. Tangisnya kembali pecah. Ia sangat takut
Bersambung……
Author: Amel^^
Facebook: Amelia Astri Riskaputri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar