Rabu, 11 Januari 2012

The Power Of Love *Part 20* (Repost)

The Power Of Love *Part 20*

Oik membuka matanya perlahan. Mencoba mengimbangi cahaya yang terus menyeruak masuk ke dalam matanya. Lalu menatap ke sekelilingnya.

“Ik… Ik… lo gapapa kan? Lo masih inget guekan Ik?” Shilla melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Oik.

Sedangkan Oik yang hanya terdiam, sambil menatap teman-temannya satu per satu.

“loh kok dim aja sih? Jangan-jangan Oik amnesia lagi? Atau geger otak? Atau malah struk!?” Shilla menebak-nebak kemungkinan yang terjadi pada Oik, melihat reaksi Oik yang aneh.

“ka, elo sih !” Shilla menyalahkan Cakka.

“loh kok gue?” Tanya Cakka ga terima disalahin sama Shilla.

“ya kan tadi elo yang ngelempar bola sampe Oik pingsan!?”

“elo kok lebay sih Shill!??? Ya ga bakalah sampe amnesia, apalagi struk!”

“ya itu buktinya dia diem aja!”

“ya mana gue tau. Ya mungkin emang dia ga mau ngomong kali!”

“ih, tapikan……”

“stop deh! Kalian berdua tuh apaan sih!!? Lo lagi Shil, lebay banget! Orang Oik gapapa!!” Ify menghentikan perdebatan antara Cakka dan Shilla.

“ya abiskan gue takut! Kalo Oik same beneran kenapa-napa gimana coba?!” Shilla membela diri.

“ah, aku gapapa kok.” Oik buka suara. Membuat teman-temannya mengalihkan pandangan dari Shilla ke Oik.

“ah, gue seneng lo baik-baik aja. Gue kira elo kenapa-napa Ik.” Shilla bernafas lega.

“ya enggalah. Cuma ditimpuk bola doang. Cuma emang pusing sih… eh, siapa tadi yang ngelempar bola ke aku??” Oik mencoba untuk mengubah posisinya menjdi duduk. Lalu menatap Alvin, Rio,Iel, dan Cakka satu per satu.

“gue!” tegas Cakka dengan sengaknya dan tanpa dosanya.

Oik mendelik ke arah Cakka. “udah aku duga! Orang jahat macem kaka pasti yang ngelakuin.” Ucapnya tajam.

“he? Apa lo bilang? Gue orang jahat!? Itu pembalasan tau gak buat lo! Soalnya, kemaren elo udah ketawain gue pas gue susah.” Cakka membela diri.

“kemarenkan bukan aku sengaja. Sekarang, kamu sengaja lempar bola basket yang super keras itu ke aku. Jahat banget!”

“ya intinya, sama aja! Lo bahagia di atas penderitaan gue!” Cakka nyolot.

“kok kamu nyolot sih?!”

“siapa, gue? Engga ngerasa ah! Lo aja kali yang lebay!”

“err, aku sebel sama kamu!!” geram Oik.

“emang gue engga. Wleek” Cakka memeletkan lidahnya ke Oik.

Oik mengambil salah satu batal yang ada di sana, lalu dengan sekuat tenaga dan penuh dendam ia lemparkan bantal itu ke Cakka.

BUUGH Tepat sasaran!

“sialan! Sakit monyong!” keluh Cakka sambil mengelus kepalanya.

“cemen amat sih??! Baru dilempar bantal. Gimana kalo dilempar bola basket?!”

“kok lo ngatain sih?!”

“emang benerkan, kamu cemen!”

“elo tuh yang cemen!”

“kamulah!”

“elo!”

“kamu!”

“elo!”

“kamu!”

“elo!”

“kamu!”

Okey, mulai lagi mereka berdua. Setiap ketemu, pasti bakalan selalu begini. Alvin, Rio, Iel, Ify, dan Shilla memutar kedua bola mata mereka. Sudah bosan mereka melihat Oik dan Cakka selalu adu bacot dan saling salah-salahan begini. Memangnya, tak ada kerjaan yang lebih penting apa daripada adu bacot dan main salah-salahan?

Akhirnya, mereka memutuskan untuk keluar dari UKS, meninggalkan Oik dan Cakka berdua. Diikuti dengan Nadya.
***
Jam istirahat telah usai. Para muridpun sudah berada di dalam kelas masing-masing. Tak terkecuali Ify, Shilla, Oik, dan Nadya. Mereka sedang berbincang sambil sesekali bergurau. Membahas apa saja yang enak dibahas menurut mereka.

Ketika sedang asyik-asyiknya mengobrol, kedatangan seseorang yang menurut mereka paling menyebalkan, terpaksa membuat mereka menghentikan gurauan mereka dan membuat mereka dan teman-teman sekelas mereka memperhatikan orang itu.

Dengan angkuh dan noraknya, ia berdiri di depan kelas X-1. Dengan senyum yang paling misterius. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan kelas itu.

“pagi ade-ade..” sapanya sok ramah.

“hmm..” sahut anak-anak kelas X-1 malas.

“udah taukan siapa gue? Ga perlu gue perkenalin dirikan?” tanyanya dengan pedenya. Membuat seluruh penghuni kelas itu melengos sebal.

“yaelah, tukang cari sensasi. Yaiyalah terkenal.” Ucap Shilla pelan. Hanya Ify dan Oik saja yang mendengarnya.

“gue disini mau ngundang kalian semua buat dateng ke acara pesta ulang tahun gue. Minggu depan. Jangan lupa dateng yaa.”

Ia mulai berkeliling membagikan undangan pesta ulang tahunnya. Sampai pada saat ia membagikan undangan itu ke meja Ify dkk. Ia menatap sinis Ify. Sebuah kebencian yang sangat besar benar-benar terpancar dari tatapan itu. Membuat bulu kuduk Ify sedikit merinding ditatap seperti itu oleh seniornya.

“hey, anak manis.” Sapanya tajam ke Ify.

Ify mendongak melihat seniornya itu. Dengan sikap yang ia usahakan biasa saja, ia membuka mulutnya.

“ada apa ya, kak Zevana?” tanyanya datar.

“gue, ngundang elo, elo, dan elo!” Zevana, senior mereka itu, menunjuk Ify, Shilla, dan Oik.

“nih.” Dengan kasar, ia melempar tiga buah undangan ke atas meja Ify. Membuat, satu kelas mempertontonkan mereka dalam keadaan hening.

“hey, anda ga pernah diajarin sopan santun ya?” Ify bangkit berdiri. Ia marah, tak terima dengan kelakuan Zevana yang menurutnya, tidak beradab.

Zevana tersenyum miring sambil melipat kedua tangannya di dada.

“lo wajib datang! Karena lo salah satu tamu ‘special’ gue!” ujamnya tajam.

“gue ga mau dateng!” tegas Ify tak kalah sengak.

“lo harus dateng! Kalo engga, gue pastiin elo ga akan selamat!” ancam Zevana. Setelah itu, ia pergi meninggalkan meja Ify. Dan melanjutkan kembali prosesi ‘pembagian undangan’nya.

“dasar mak lampir gila!” gumam Ify kesal.
***

Pemuda itu mengendarai motornya dengan kecepatan di bawah 40 km/jam, sambil menikmati suasana di ibu kota. Mengamati setiap liku jalanan ibukota. Di mana banyak sampah berserakan, debu dari mesin-mesin tak bertanggung jawab, orang-orang yang berlalu lalang, serta deretan kendaraan yang terjebak macet dan lampu merah. Ia masih tetap tenang mengendarai motornya, sampai tiba-tiba seorang gadis yang akan segera menyebrangi jalan melintas di depannya. Mendadak ia menarik rem depan dan menginjak rem belakang, dan berhentilah motornya, sesaat sebelum ban motorya menyentuh kaki gadis itu.

Gadis itu berdiri terpaku sambil menatap pengendara berhelm fullface itu. Kaget.

Pemuda itu, melepas helmnya dan turun dari motornya, menghampiri gadis itu.

“elo gapapakan?” tanyanya.

Gadis itu hanya menggeleng pelan.

“sori yaa. Gue tadi emang engga perhatiin jalan. Beneran elo gapapa? Ada yang luka atau lecet gitu?” tanyanya lagi untuk memastikan.

“engga kok, engga apa-apa. Gue juga sori, nyebrang engga liat jalan.”

“elo mau ke mana? Gue anterin deh.”

“engga usah.”

“udah engga apa-apa. Sebagai tanda permintaan maaf gue.”

“ga usah. Gue juga engga apa-apa kok.”

“tenang aja. Gue bukan orang jahat kok.”

Gadis itu terdiam. Ia menunduk.

“hey…”

“engga usah deh..” setelah berucap seperti itu, gadis itu langsung berlari entah ke mana..

Pemuda bertubuh tinggi dan berwajah manis itu heran melihat tingkah gadis yang memakai seragam putih biru itu pergi begitu saja meninggalkannya. Ia mengerutkan kening.

“emang gue ada tampang orang jahat yaa? Kok kayanya tuh cewe takut sih sama gue? Haha…” ia tertawa sendiri, mengingat ekspresi wajah gadis itu saat menatapnya tadi.
***
Gabriel membuka pintu rumahnya, sesaat sebelum ia melihat Alvin, Rio, dan Cakka berkumpul di ruang tamu rumahnya. Ia sedikit bingung dan mengerutkan kening. Engga biasanya mereka ke rumahnya. Pikirnya.

Iel langsung duduk di samping Rio. Dan meletakkan tasnya di atas meja.

“ada apa? Tumben kalian ke sini?” Tanya Iel.

“engga ada apa-apa sih. Cuma mau main aja. Emang ga boleh?” jawab Rio, dan ia kembali bertanya.

“engga sih. Gue ke atas dulu ya. Mau ganti baju. Gerah banget nih.” Iel mengipas-ngipaskan bagian atas bajunya, kegerahan (ngerti ga?).

“yaudah.”

Ia naik ke atas, ke kamarnya. Lalu tak lama kemudian, ia turun sudah dengan pakaian santainya. Kaos biru lengan pendek, dan celana biru tua pendek. Ia kembali duduk di samping Rio.

“eh, masa ya, tadi gue ketemu sama cewe. Masih SMP sih. Tapi manis. Cuma aneh banget deh..” cerita Iel.

“aneh kenapa?” Tanya Cakka.

“kan gue hampir nabrak dia tuh. Terus gue turun minta maaf. Trus gue tawarin dia buat gue anter. Eh, tapi dia malah kaya orang ketakutan gitu. Emang gue keliatan kaya orang jahat ya?” Iel menggaruk keningnya yang tak gatal sama sekali.

“iya mungkin Yel. Elo kan serem.” Celetuk Cakka.

Iel manyun, “sialan lo kacrut!”

“canda Yel.” Tanggap Cakka.

“ya engga tau juga sih Yel. Mungkin dia emang takut sama cowo kai? Anak SMP kan emang gitu. Masih, polos polosnya…” Alvin ikutan komentar.

“iya juga sih ya. Mungkin” Iel kembali berfikir.

“yaudahlah, penting amat di bahas yaa? Eh, lo pada dateng ke acaranya si Zeva?” Tanya Iel.

“tau deh. Gue tergantung Ify.” Jawab Rio.

“gue juga tergantung Shilla. Gue mah males banget dateng ke acara tuh nenek lampir.” Alvin ikut-ikutan.

“elo Kka?” Tanya Iel pada Cakka.

“entah deh. Males jug ague. Tapi kalo kalian pada ikut. Ya gue ikutan juga deh.” Jawab Cakka.

“ah, engga punya pendirian lo. Ngikutin orang!” ceplos Alvin.

“bodo, suka-suka guee..”

“eh, Kka, elo suka ya sama Oik?” Tanya Alvin tiba-tiba.

“hah?! Kok elo nanya gitu?”

“iya tuh iya, elo suka sama Oik?” Iel ikut-ikutan ngegodain Cakka.

“engga kok”

“bohong!”

“yee, ga percaya. Orang gue engga suka sama Oik.”

“alah, boong banget deh lo. Orang elo berdua tuh suka berduaan juga. Walaupun suka berantem, tapi gue yakin, elo berdua itu sebenernya sama-sama saling mengangumi. Keliatan lagi dari mata kalian.” Kata Alvin sok tua.

“halah, elo Vin.. mainannya mata.. haha…” ledek Iel.

“yee, chemistry itu diliat dari mata tau. Mata itukan engga pernah bisa boong. Kalo orang lagi bohong, elo liat aja matanya, pasti ada jawaban di sana.”

“hahaaa,, percaya percaya. Oke, back to Cakka. Beneran gak Kka?” Tanya Iel.

“ck, gue bilang engga juga. Eh, Yo, kok elo diem aja???” Cakka berusaha mengalihkan topic. Kebetulan ia melihat Rio sedang menatap lurus dengan pandangan kosong.

Spontan, Iel dan Alvin juga ikut menoleh ke Rio. Rio yang merasa namanya disebut dan ditanya, langsung menoleh pada Cakka.

“emang gue musti ngapain? Gue dengerin kalian ngomong aja deh. Kayanya lebih baik.” Jawab Rio cuek.

Alvn, Iel, dan Cakka saling berpandangan heran dan kembali menatap Rio.

“elo engga lagi ada masalah sama Ify kan?” Tanya Alvin.

“engga kok. Kita baik-baik aja.”

“lah, elo kenapa?” taya Alvin mengulangi.

“ck, udah gue bilang gue engga apa-apa. Gue males ngomong.”

“yaudahlah, susah ngebujuk elo!”

Mereka bertiga kembali mengintrogasi Cakka, diikuti dengan desakan-desakan. Membuat Cakka gedek sendiri sama kedua sohibnya itu. Sedangkan Rio, lebih senang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang ia pikirkan.
***
Ify berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Ia akan segera menuju ke kelas Rio. Ia rindu Rio. Belakang ini, Rio jarang menghampirinya ke kelas jika sedang waktu istirahat seperti ini. Hari ini, ia putuskan, ia yang akan menghampiri lelaki itu.

Sesampainya di kelas Rio, ia sedikit mengintip ke dalam kelas. Sepi. Hanya ada satu orang di dalam sana. Sedang melamun. Enath apa yang lamunkan. Ya, dialah Rio. Ify mengerutkan kening melihat Rio yang sedang bengong itu. Pandangan matanya kosong. Ada apa dengan kekasihnya itu? Untuk mengetahuinya, Ify putuskan untuk masuk ke dalam kelas Rio. Dan menghampiri Rio.

Ia duduk di kursi depan Rio. Aneh. Rio tak menyadari kehadirannya. Ia semakin bingung karena reaksi aneh dari Rio. Tidak, bahkan Rio tak bereaksi.

“kak.” Panggil Ify. Rio tak menggubrisnya. Ia tetap asik melamun.

“kak Rio.” Panggil Ify lagi. Namun Rio tetap tak sadar. Ia masih asik melamun, terbang ke dunia khayalnya.

“ck, kak Rio. Kenapa sih??” Tanya Ify gemas sambil menggiyang lengan Rio. Membuat Rio tersentak dan tersadar dari lamunannya.

“eh”

Ify memutar kedua bola matanya. Aneh sekali lelaki ini. Ada apa sih sama Rio? Pikirnya.

“kakak kenapa sih? Kk bengong? Mikirin apa sih??” Tanya Ify sedikit kesal.

“hah?! Kok ada kamu? Sejak kapan kamu di sini?” Rio malah bertanya balik.

“errh, jawab pertanyaan aku kak!” paksa Ify.

“engga, aku engga mikirin apa-apa.” Jawab Rio pelan.

“bohong! Kalo engga mikirin apa-apa, engga mungkin ngelamun sampe kaya gitu, terus engga sadar kalo aku dateng.”

“engga Fy, aku ga mikirin apa-apa.” Rio tetep ngotot sama jawabannya yang mengatakan bahwa ia tak memikirkan apa-apa.

“jujur dong kak sama aku!” paksa Ify karena ia yakin, bahwa Rio sedang memikirkan sesatu.

“ck, aku bilang aku engga mikirin apa-apa!! Jangan maksa dong Fy!!” bentak Rio, membuat Ify tersentak. Ia menunduk.

Rio sendiri, ia kaget tiba-tiba emosinya gampang naik lagi. Tadi ia membentak Ify. Ia lupa bahwa Ify ini, paling takut dibentak olehnya. Ia merutuki kata-katanya tadi. Ia jadi merasa bersalah.

“em, Fy… maaf aku engga bermaksud……” belum selesai Rio bicara, Ify sudah bangun dari duduknya dan keluar meninggalkan Rio.

“eerrrghh…” Rio mengacak-acak rambutnya frustasi. Lalu ia bangun dan mengejar Ify.

Ify berlari menjauhi kelas Rio. Sedikit kaget karena dibentak lagi oleh Rio. Padahalkan mereka berdua sudah sama-sama berjanji, kalau engga akan ada yang disembunyiin. Mereka akan saling terbuka satu sama lain. Tapi ia lupa, Rio tetaplah Rio. Yang engga suka kalau privasinya diganggu sama orang lain termasuk oleh Ify.

Ify terus berjalan, sampai saat tiba-tiba sebuah tangan menghentikan langkahnya.

“Fy tunggu! Jangan marah. Maaf, aku engga bermaksud buat ngebentak kamu tadi. Aku Cuma lagi kalut aja.” Rio memebrikan penjelasan atas perilakunya tadi.

“iya, aku tau.” Jawab ify pelan.

“jangan marah, Fy!”

“engga. Yaudah, aku mau ke kantin. Mau makan. Laper. Sana, lanjutin ngelamunnya. Maaf tadi udah ganggu waktu ngelamun kamu.” Ify melepaskan tangan Rio. Dan kembali pergi meninggalkan Rio.

Rio hanya diam menatap Ify yang semakin menjauh. Aduh Rio, kenapa kamu ini?! Tanyanya pada diri sendiri. Ia tau, Ify masih kesal. Jadi takkan ada gunanya jika ia mengejar Ify sekarang. Yang ada mereka bisa jadi berantem lagi.

Akhirnya, Rio memutuskan untuk kembali ke kelas.
***
Sudah beberapa hari ini, ia terus kepikiran ‘mantan’ kekasihnya yang sudah pergi beberapa bulan yang lalu. Wajah cantik itu, terus membayangi pikirannya. Membuat ia sedikit merasa bersalah dengan kekasihnya.

Seperti sekarang ini. Entah mengapa, ia merindukan sosok wanita itu. Sivia, gadis cantik, yang pergi akibat kecelakaan yang berhasil merenggut nyawanya. Kini ia merindukan gadis itu. Ia rindu akan senyumnya. Rindu akan belaiannya. Rindu akan suaranya. Ia rindu dengan Sivia.

Ia takut, karena rasa rindunya ini, akan berakibat fatal dengan hubungannya dengan Ify kelak. Sekarang saja, Ify jadi marah karena ia melamun. Meski Ify tak tau siapa yang menjadi objek lamunannya, tetap saja berdampak buruk. Ify jadi dicukein.

Mengapa ia terus kepikiran Sivia tolong jagan buat Ify kecewa Rio! Ayolah, Sivia udah engga ada! Yang ada di depanmu itu adalah Ify! Jangan sakiti Ify untuk yang kedua kalianya! Dan jangan berharap yang aneh-aneh! Rio mecoba menjernihkan pikirannya.

Akhirnya, ia putuskan untuk ke lapangan basket. Basket bisa membuat pikirannya fresh kembali. Daripada ia terus-terusan di dalam kelas, dan hanya menimbulkan pikiran yang tidak-tidak!
***
Aku takut, kamu pergi
Kamu hilang, kamu sakit
Aku ingin, kau disini
Di sampingku, selamanya
***
Apa iya, Ify terlalu ingin tau segalanya tentang Rio? Apa Ify salah? Apa Ify egois? Ia hanya tak ingin kehilangan Rio. Itu saja. Ia takut Rio pergi. Ia takut, Rio mempunyai orang lain yang dicintainya. Ia takut, Rio akan meninggalkannya demi orang itu.

Apa keinginannya itu berlebihan? Apa salah, jika ia tak ingin kehilangan Rio yang notabennya adalah pacarnya?

Ify terus memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang bergelayut bebas di benaknya. ia bingung, ia takut. Satu hal yang paling ditakutinya, kehilangan Rio.

Ia sangat mencinta Rio. Sangat! Tapi mengapa Rio tak mau terbuka dengannya? Sebenernya Rio ini mengangapnya apa sih?

Ify benar-benar pusing memikirkannya.

Sambil berjalan di sepanjang korodor samping lapangan basket, ia terus saja memikirkanya, sampai tiba-tiba, sebuah bola basket melayang menyeruduk hidungnya. Hingga hidungnya berdarah dan ia terjatuh.

“awww..” pekiknya sambil menetupi hidungnya yang terasa panas, perih, sakit, nyut-nyutan itu.

Si pelempar bola, yang tak lain adalah Rio, langsung berlari menghampiri Ify yang jatuh terduduk sambil meringis kesakitan.

“yaampun Fy,, kamu engga apa-apakan?” tanya Rio panik.

“engga apa-apa gimana?! Ini idung aku berdarah!” omel Ify.

“maaf. Aku engga sengaja.”

Ify langsung berdiri dan segera berlari ke kamar mandi terdekat utuk membersihkan hidungnya. rio ini benar-benar menjengkelkan. Udah bikin kesal, sekarang pake acara ngelempar bola kena hidungnya sampe berdarah lagi. Makin kesal saja Ify.

Ify terus membersihkan hidungnya dan berusaha menyumbat darahnya agar tidak terus-terusan keluar lagi.

Tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka. Dan masuklah Shilla, membawa handuk kecil.

“ka Rio udah cerita. Nih, pake. Biar engga keluar terus tuh darahnya.” Shilla menyerahkan handuk kecil itu.

“aduh, idung gue perih banget tau gak!” ucap Ify jengkel.

“yaudah sini…” Shilla membantu Ify menyumbat dan membersihkan darahnya. Sampai akhirnya, baju Ify yang bagian atas, basah semua.

“udah Shil.” Shillapun menyudahi membersihkan hidung Ify.

“masih sakit?” tanya Shilla.

“lumayan. Cuma engga sesakit tadi.”

“elo berantem sama kak Rio?” tanya Shilla.

“taulah.” Jawab Ify males.

“kasian tuh dia. Daritadi uring-uringan terus karna ngerasa bersalah sama elo.”

“dia ngeselin sih Shil!”

“yaudah, itu masalah kecil. Engga usah elo perpanjang. Mendingan sekarang temuin tuh kak Rio. Terus baikan.”

“males ah!”

“Fy, jangan kaya anak kecil dong!”

“gue kesel Shil! Dia engga mau terbuka sama gue. Dia tuh nganggep gue apa sih!?”

“yaudah, elo kan bisa ngomongin baik-baik sama dia. Tanya sama dia. Kenapa dia engga mau terbuka sama elo. Jangan lari dari masalah kaya gini.”

“gue engga lari dari masalah kok. Gue Cuma masih kesel aja.”

“sekarang, selesaiin sebelum semuanya jadi tambah panjang.”

Ify menatap Shilla sebentar. Lalu keluar dan menghampiri Rio.

“kamu engga apa-apakan maaf yaa. Aku engga sengaja.” Ucap Rio langsung saat Ify keluar dari kamar mandi. Daritadi ia menunggu di depan toilet.

“iya, engga apa-apa.”

“jangan marah lagi yaa?” Rio memohon.

“jangan kaya gitu lagi kak! Aku mau kakak tuh terbuka sama aku! Aku engga mau kakak tuh nyembunyiin apapun dari aku.”

“iya, iya, jagan marah lagi. Aku janji, aku bakalan terbuka sama kamu mulai sekarang.”

“janji?”

“iya aku janji.. maafin aku yaa.”

Ify tersenyum dan menggangguk setelah mendengar jawaban memuaskan dari Rio. Rio langsung menarik Ify, mendekapnya erat.

“aku sayang sama kamu.” Bisik Rio.

“aku juga sayang sama kamu.” Balas Ify.

Shilla tersenyum dan bernafas lega melihat dua insa yang saling mencintai ini. Untung saja, ia bisa membujuk Ify. Kalau tidak, maka semuanya akan menjadi rumit dan besar.
 The Power Of Love *Part 20*

Oik membuka matanya perlahan. Mencoba mengimbangi cahaya yang terus menyeruak masuk ke dalam matanya. Lalu menatap ke sekelilingnya.

“Ik… Ik… lo gapapa kan? Lo masih inget guekan Ik?” Shilla melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Oik.

Sedangkan Oik yang hanya terdiam, sambil menatap teman-temannya satu per satu.

“loh kok dim aja sih? Jangan-jangan Oik amnesia lagi? Atau geger otak? Atau malah struk!?” Shilla menebak-nebak kemungkinan yang terjadi pada Oik, melihat reaksi Oik yang aneh.

“ka, elo sih !” Shilla menyalahkan Cakka.

“loh kok gue?” Tanya Cakka ga terima disalahin sama Shilla.

“ya kan tadi elo yang ngelempar bola sampe Oik pingsan!?”

“elo kok lebay sih Shill!??? Ya ga bakalah sampe amnesia, apalagi struk!”

“ya itu buktinya dia diem aja!”

“ya mana gue tau. Ya mungkin emang dia ga mau ngomong kali!”

“ih, tapikan……”

“stop deh! Kalian berdua tuh apaan sih!!? Lo lagi Shil, lebay banget! Orang Oik gapapa!!” Ify menghentikan perdebatan antara Cakka dan Shilla.

“ya abiskan gue takut! Kalo Oik same beneran kenapa-napa gimana coba?!” Shilla membela diri.

“ah, aku gapapa kok.” Oik buka suara. Membuat teman-temannya mengalihkan pandangan dari Shilla ke Oik.

“ah, gue seneng lo baik-baik aja. Gue kira elo kenapa-napa Ik.” Shilla bernafas lega.

“ya enggalah. Cuma ditimpuk bola doang. Cuma emang pusing sih… eh, siapa tadi yang ngelempar bola ke aku??” Oik mencoba untuk mengubah posisinya menjdi duduk. Lalu menatap Alvin, Rio,Iel, dan Cakka satu per satu.

“gue!” tegas Cakka dengan sengaknya dan tanpa dosanya.

Oik mendelik ke arah Cakka. “udah aku duga! Orang jahat macem kaka pasti yang ngelakuin.” Ucapnya tajam.

“he? Apa lo bilang? Gue orang jahat!? Itu pembalasan tau gak buat lo! Soalnya, kemaren elo udah ketawain gue pas gue susah.” Cakka membela diri.

“kemarenkan bukan aku sengaja. Sekarang, kamu sengaja lempar bola basket yang super keras itu ke aku. Jahat banget!”

“ya intinya, sama aja! Lo bahagia di atas penderitaan gue!” Cakka nyolot.

“kok kamu nyolot sih?!”

“siapa, gue? Engga ngerasa ah! Lo aja kali yang lebay!”

“err, aku sebel sama kamu!!” geram Oik.

“emang gue engga. Wleek” Cakka memeletkan lidahnya ke Oik.

Oik mengambil salah satu batal yang ada di sana, lalu dengan sekuat tenaga dan penuh dendam ia lemparkan bantal itu ke Cakka.

BUUGH Tepat sasaran!

“sialan! Sakit monyong!” keluh Cakka sambil mengelus kepalanya.

“cemen amat sih??! Baru dilempar bantal. Gimana kalo dilempar bola basket?!”

“kok lo ngatain sih?!”

“emang benerkan, kamu cemen!”

“elo tuh yang cemen!”

“kamulah!”

“elo!”

“kamu!”

“elo!”

“kamu!”

“elo!”

“kamu!”

Okey, mulai lagi mereka berdua. Setiap ketemu, pasti bakalan selalu begini. Alvin, Rio, Iel, Ify, dan Shilla memutar kedua bola mata mereka. Sudah bosan mereka melihat Oik dan Cakka selalu adu bacot dan saling salah-salahan begini. Memangnya, tak ada kerjaan yang lebih penting apa daripada adu bacot dan main salah-salahan?

Akhirnya, mereka memutuskan untuk keluar dari UKS, meninggalkan Oik dan Cakka berdua. Diikuti dengan Nadya.
***
Jam istirahat telah usai. Para muridpun sudah berada di dalam kelas masing-masing. Tak terkecuali Ify, Shilla, Oik, dan Nadya. Mereka sedang berbincang sambil sesekali bergurau. Membahas apa saja yang enak dibahas menurut mereka.

Ketika sedang asyik-asyiknya mengobrol, kedatangan seseorang yang menurut mereka paling menyebalkan, terpaksa membuat mereka menghentikan gurauan mereka dan membuat mereka dan teman-teman sekelas mereka memperhatikan orang itu.

Dengan angkuh dan noraknya, ia berdiri di depan kelas X-1. Dengan senyum yang paling misterius. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan kelas itu.

“pagi ade-ade..” sapanya sok ramah.

“hmm..” sahut anak-anak kelas X-1 malas.

“udah taukan siapa gue? Ga perlu gue perkenalin dirikan?” tanyanya dengan pedenya. Membuat seluruh penghuni kelas itu melengos sebal.

“yaelah, tukang cari sensasi. Yaiyalah terkenal.” Ucap Shilla pelan. Hanya Ify dan Oik saja yang mendengarnya.

“gue disini mau ngundang kalian semua buat dateng ke acara pesta ulang tahun gue. Minggu depan. Jangan lupa dateng yaa.”

Ia mulai berkeliling membagikan undangan pesta ulang tahunnya. Sampai pada saat ia membagikan undangan itu ke meja Ify dkk. Ia menatap sinis Ify. Sebuah kebencian yang sangat besar benar-benar terpancar dari tatapan itu. Membuat bulu kuduk Ify sedikit merinding ditatap seperti itu oleh seniornya.

“hey, anak manis.” Sapanya tajam ke Ify.

Ify mendongak melihat seniornya itu. Dengan sikap yang ia usahakan biasa saja, ia membuka mulutnya.

“ada apa ya, kak Zevana?” tanyanya datar.

“gue, ngundang elo, elo, dan elo!” Zevana, senior mereka itu, menunjuk Ify, Shilla, dan Oik.

“nih.” Dengan kasar, ia melempar tiga buah undangan ke atas meja Ify. Membuat, satu kelas mempertontonkan mereka dalam keadaan hening.

“hey, anda ga pernah diajarin sopan santun ya?” Ify bangkit berdiri. Ia marah, tak terima dengan kelakuan Zevana yang menurutnya, tidak beradab.

Zevana tersenyum miring sambil melipat kedua tangannya di dada.

“lo wajib datang! Karena lo salah satu tamu ‘special’ gue!” ujamnya tajam.

“gue ga mau dateng!” tegas Ify tak kalah sengak.

“lo harus dateng! Kalo engga, gue pastiin elo ga akan selamat!” ancam Zevana. Setelah itu, ia pergi meninggalkan meja Ify. Dan melanjutkan kembali prosesi ‘pembagian undangan’nya.

“dasar mak lampir gila!” gumam Ify kesal.
***

Pemuda itu mengendarai motornya dengan kecepatan di bawah 40 km/jam, sambil menikmati suasana di ibu kota. Mengamati setiap liku jalanan ibukota. Di mana banyak sampah berserakan, debu dari mesin-mesin tak bertanggung jawab, orang-orang yang berlalu lalang, serta deretan kendaraan yang terjebak macet dan lampu merah. Ia masih tetap tenang mengendarai motornya, sampai tiba-tiba seorang gadis yang akan segera menyebrangi jalan melintas di depannya. Mendadak ia menarik rem depan dan menginjak rem belakang, dan berhentilah motornya, sesaat sebelum ban motorya menyentuh kaki gadis itu.

Gadis itu berdiri terpaku sambil menatap pengendara berhelm fullface itu. Kaget.

Pemuda itu, melepas helmnya dan turun dari motornya, menghampiri gadis itu.

“elo gapapakan?” tanyanya.

Gadis itu hanya menggeleng pelan.

“sori yaa. Gue tadi emang engga perhatiin jalan. Beneran elo gapapa? Ada yang luka atau lecet gitu?” tanyanya lagi untuk memastikan.

“engga kok, engga apa-apa. Gue juga sori, nyebrang engga liat jalan.”

“elo mau ke mana? Gue anterin deh.”

“engga usah.”

“udah engga apa-apa. Sebagai tanda permintaan maaf gue.”

“ga usah. Gue juga engga apa-apa kok.”

“tenang aja. Gue bukan orang jahat kok.”

Gadis itu terdiam. Ia menunduk.

“hey…”

“engga usah deh..” setelah berucap seperti itu, gadis itu langsung berlari entah ke mana..

Pemuda bertubuh tinggi dan berwajah manis itu heran melihat tingkah gadis yang memakai seragam putih biru itu pergi begitu saja meninggalkannya. Ia mengerutkan kening.

“emang gue ada tampang orang jahat yaa? Kok kayanya tuh cewe takut sih sama gue? Haha…” ia tertawa sendiri, mengingat ekspresi wajah gadis itu saat menatapnya tadi.
***
Gabriel membuka pintu rumahnya, sesaat sebelum ia melihat Alvin, Rio, dan Cakka berkumpul di ruang tamu rumahnya. Ia sedikit bingung dan mengerutkan kening. Engga biasanya mereka ke rumahnya. Pikirnya.

Iel langsung duduk di samping Rio. Dan meletakkan tasnya di atas meja.

“ada apa? Tumben kalian ke sini?” Tanya Iel.

“engga ada apa-apa sih. Cuma mau main aja. Emang ga boleh?” jawab Rio, dan ia kembali bertanya.

“engga sih. Gue ke atas dulu ya. Mau ganti baju. Gerah banget nih.” Iel mengipas-ngipaskan bagian atas bajunya, kegerahan (ngerti ga?).

“yaudah.”

Ia naik ke atas, ke kamarnya. Lalu tak lama kemudian, ia turun sudah dengan pakaian santainya. Kaos biru lengan pendek, dan celana biru tua pendek. Ia kembali duduk di samping Rio.

“eh, masa ya, tadi gue ketemu sama cewe. Masih SMP sih. Tapi manis. Cuma aneh banget deh..” cerita Iel.

“aneh kenapa?” Tanya Cakka.

“kan gue hampir nabrak dia tuh. Terus gue turun minta maaf. Trus gue tawarin dia buat gue anter. Eh, tapi dia malah kaya orang ketakutan gitu. Emang gue keliatan kaya orang jahat ya?” Iel menggaruk keningnya yang tak gatal sama sekali.

“iya mungkin Yel. Elo kan serem.” Celetuk Cakka.

Iel manyun, “sialan lo kacrut!”

“canda Yel.” Tanggap Cakka.

“ya engga tau juga sih Yel. Mungkin dia emang takut sama cowo kai? Anak SMP kan emang gitu. Masih, polos polosnya…” Alvin ikutan komentar.

“iya juga sih ya. Mungkin” Iel kembali berfikir.

“yaudahlah, penting amat di bahas yaa? Eh, lo pada dateng ke acaranya si Zeva?” Tanya Iel.

“tau deh. Gue tergantung Ify.” Jawab Rio.

“gue juga tergantung Shilla. Gue mah males banget dateng ke acara tuh nenek lampir.” Alvin ikut-ikutan.

“elo Kka?” Tanya Iel pada Cakka.

“entah deh. Males jug ague. Tapi kalo kalian pada ikut. Ya gue ikutan juga deh.” Jawab Cakka.

“ah, engga punya pendirian lo. Ngikutin orang!” ceplos Alvin.

“bodo, suka-suka guee..”

“eh, Kka, elo suka ya sama Oik?” Tanya Alvin tiba-tiba.

“hah?! Kok elo nanya gitu?”

“iya tuh iya, elo suka sama Oik?” Iel ikut-ikutan ngegodain Cakka.

“engga kok”

“bohong!”

“yee, ga percaya. Orang gue engga suka sama Oik.”

“alah, boong banget deh lo. Orang elo berdua tuh suka berduaan juga. Walaupun suka berantem, tapi gue yakin, elo berdua itu sebenernya sama-sama saling mengangumi. Keliatan lagi dari mata kalian.” Kata Alvin sok tua.

“halah, elo Vin.. mainannya mata.. haha…” ledek Iel.

“yee, chemistry itu diliat dari mata tau. Mata itukan engga pernah bisa boong. Kalo orang lagi bohong, elo liat aja matanya, pasti ada jawaban di sana.”

“hahaaa,, percaya percaya. Oke, back to Cakka. Beneran gak Kka?” Tanya Iel.

“ck, gue bilang engga juga. Eh, Yo, kok elo diem aja???” Cakka berusaha mengalihkan topic. Kebetulan ia melihat Rio sedang menatap lurus dengan pandangan kosong.

Spontan, Iel dan Alvin juga ikut menoleh ke Rio. Rio yang merasa namanya disebut dan ditanya, langsung menoleh pada Cakka.

“emang gue musti ngapain? Gue dengerin kalian ngomong aja deh. Kayanya lebih baik.” Jawab Rio cuek.

Alvn, Iel, dan Cakka saling berpandangan heran dan kembali menatap Rio.

“elo engga lagi ada masalah sama Ify kan?” Tanya Alvin.

“engga kok. Kita baik-baik aja.”

“lah, elo kenapa?” taya Alvin mengulangi.

“ck, udah gue bilang gue engga apa-apa. Gue males ngomong.”

“yaudahlah, susah ngebujuk elo!”

Mereka bertiga kembali mengintrogasi Cakka, diikuti dengan desakan-desakan. Membuat Cakka gedek sendiri sama kedua sohibnya itu. Sedangkan Rio, lebih senang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang ia pikirkan.
***
Ify berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Ia akan segera menuju ke kelas Rio. Ia rindu Rio. Belakang ini, Rio jarang menghampirinya ke kelas jika sedang waktu istirahat seperti ini. Hari ini, ia putuskan, ia yang akan menghampiri lelaki itu.

Sesampainya di kelas Rio, ia sedikit mengintip ke dalam kelas. Sepi. Hanya ada satu orang di dalam sana. Sedang melamun. Enath apa yang lamunkan. Ya, dialah Rio. Ify mengerutkan kening melihat Rio yang sedang bengong itu. Pandangan matanya kosong. Ada apa dengan kekasihnya itu? Untuk mengetahuinya, Ify putuskan untuk masuk ke dalam kelas Rio. Dan menghampiri Rio.

Ia duduk di kursi depan Rio. Aneh. Rio tak menyadari kehadirannya. Ia semakin bingung karena reaksi aneh dari Rio. Tidak, bahkan Rio tak bereaksi.

“kak.” Panggil Ify. Rio tak menggubrisnya. Ia tetap asik melamun.

“kak Rio.” Panggil Ify lagi. Namun Rio tetap tak sadar. Ia masih asik melamun, terbang ke dunia khayalnya.

“ck, kak Rio. Kenapa sih??” Tanya Ify gemas sambil menggiyang lengan Rio. Membuat Rio tersentak dan tersadar dari lamunannya.

“eh”

Ify memutar kedua bola matanya. Aneh sekali lelaki ini. Ada apa sih sama Rio? Pikirnya.

“kakak kenapa sih? Kk bengong? Mikirin apa sih??” Tanya Ify sedikit kesal.

“hah?! Kok ada kamu? Sejak kapan kamu di sini?” Rio malah bertanya balik.

“errh, jawab pertanyaan aku kak!” paksa Ify.

“engga, aku engga mikirin apa-apa.” Jawab Rio pelan.

“bohong! Kalo engga mikirin apa-apa, engga mungkin ngelamun sampe kaya gitu, terus engga sadar kalo aku dateng.”

“engga Fy, aku ga mikirin apa-apa.” Rio tetep ngotot sama jawabannya yang mengatakan bahwa ia tak memikirkan apa-apa.

“jujur dong kak sama aku!” paksa Ify karena ia yakin, bahwa Rio sedang memikirkan sesatu.

“ck, aku bilang aku engga mikirin apa-apa!! Jangan maksa dong Fy!!” bentak Rio, membuat Ify tersentak. Ia menunduk.

Rio sendiri, ia kaget tiba-tiba emosinya gampang naik lagi. Tadi ia membentak Ify. Ia lupa bahwa Ify ini, paling takut dibentak olehnya. Ia merutuki kata-katanya tadi. Ia jadi merasa bersalah.

“em, Fy… maaf aku engga bermaksud……” belum selesai Rio bicara, Ify sudah bangun dari duduknya dan keluar meninggalkan Rio.

“eerrrghh…” Rio mengacak-acak rambutnya frustasi. Lalu ia bangun dan mengejar Ify.

Ify berlari menjauhi kelas Rio. Sedikit kaget karena dibentak lagi oleh Rio. Padahalkan mereka berdua sudah sama-sama berjanji, kalau engga akan ada yang disembunyiin. Mereka akan saling terbuka satu sama lain. Tapi ia lupa, Rio tetaplah Rio. Yang engga suka kalau privasinya diganggu sama orang lain termasuk oleh Ify.

Ify terus berjalan, sampai saat tiba-tiba sebuah tangan menghentikan langkahnya.

“Fy tunggu! Jangan marah. Maaf, aku engga bermaksud buat ngebentak kamu tadi. Aku Cuma lagi kalut aja.” Rio memebrikan penjelasan atas perilakunya tadi.

“iya, aku tau.” Jawab ify pelan.

“jangan marah, Fy!”

“engga. Yaudah, aku mau ke kantin. Mau makan. Laper. Sana, lanjutin ngelamunnya. Maaf tadi udah ganggu waktu ngelamun kamu.” Ify melepaskan tangan Rio. Dan kembali pergi meninggalkan Rio.

Rio hanya diam menatap Ify yang semakin menjauh. Aduh Rio, kenapa kamu ini?! Tanyanya pada diri sendiri. Ia tau, Ify masih kesal. Jadi takkan ada gunanya jika ia mengejar Ify sekarang. Yang ada mereka bisa jadi berantem lagi.

Akhirnya, Rio memutuskan untuk kembali ke kelas.
***
Sudah beberapa hari ini, ia terus kepikiran ‘mantan’ kekasihnya yang sudah pergi beberapa bulan yang lalu. Wajah cantik itu, terus membayangi pikirannya. Membuat ia sedikit merasa bersalah dengan kekasihnya.

Seperti sekarang ini. Entah mengapa, ia merindukan sosok wanita itu. Sivia, gadis cantik, yang pergi akibat kecelakaan yang berhasil merenggut nyawanya. Kini ia merindukan gadis itu. Ia rindu akan senyumnya. Rindu akan belaiannya. Rindu akan suaranya. Ia rindu dengan Sivia.

Ia takut, karena rasa rindunya ini, akan berakibat fatal dengan hubungannya dengan Ify kelak. Sekarang saja, Ify jadi marah karena ia melamun. Meski Ify tak tau siapa yang menjadi objek lamunannya, tetap saja berdampak buruk. Ify jadi dicukein.

Mengapa ia terus kepikiran Sivia tolong jagan buat Ify kecewa Rio! Ayolah, Sivia udah engga ada! Yang ada di depanmu itu adalah Ify! Jangan sakiti Ify untuk yang kedua kalianya! Dan jangan berharap yang aneh-aneh! Rio mecoba menjernihkan pikirannya.

Akhirnya, ia putuskan untuk ke lapangan basket. Basket bisa membuat pikirannya fresh kembali. Daripada ia terus-terusan di dalam kelas, dan hanya menimbulkan pikiran yang tidak-tidak!
***
Aku takut, kamu pergi
Kamu hilang, kamu sakit
Aku ingin, kau disini
Di sampingku, selamanya
***
Apa iya, Ify terlalu ingin tau segalanya tentang Rio? Apa Ify salah? Apa Ify egois? Ia hanya tak ingin kehilangan Rio. Itu saja. Ia takut Rio pergi. Ia takut, Rio mempunyai orang lain yang dicintainya. Ia takut, Rio akan meninggalkannya demi orang itu.

Apa keinginannya itu berlebihan? Apa salah, jika ia tak ingin kehilangan Rio yang notabennya adalah pacarnya?

Ify terus memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang bergelayut bebas di benaknya. ia bingung, ia takut. Satu hal yang paling ditakutinya, kehilangan Rio.

Ia sangat mencinta Rio. Sangat! Tapi mengapa Rio tak mau terbuka dengannya? Sebenernya Rio ini mengangapnya apa sih?

Ify benar-benar pusing memikirkannya.

Sambil berjalan di sepanjang korodor samping lapangan basket, ia terus saja memikirkanya, sampai tiba-tiba, sebuah bola basket melayang menyeruduk hidungnya. Hingga hidungnya berdarah dan ia terjatuh.

“awww..” pekiknya sambil menetupi hidungnya yang terasa panas, perih, sakit, nyut-nyutan itu.

Si pelempar bola, yang tak lain adalah Rio, langsung berlari menghampiri Ify yang jatuh terduduk sambil meringis kesakitan.

“yaampun Fy,, kamu engga apa-apakan?” tanya Rio panik.

“engga apa-apa gimana?! Ini idung aku berdarah!” omel Ify.

“maaf. Aku engga sengaja.”

Ify langsung berdiri dan segera berlari ke kamar mandi terdekat utuk membersihkan hidungnya. rio ini benar-benar menjengkelkan. Udah bikin kesal, sekarang pake acara ngelempar bola kena hidungnya sampe berdarah lagi. Makin kesal saja Ify.

Ify terus membersihkan hidungnya dan berusaha menyumbat darahnya agar tidak terus-terusan keluar lagi.

Tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka. Dan masuklah Shilla, membawa handuk kecil.

“ka Rio udah cerita. Nih, pake. Biar engga keluar terus tuh darahnya.” Shilla menyerahkan handuk kecil itu.

“aduh, idung gue perih banget tau gak!” ucap Ify jengkel.

“yaudah sini…” Shilla membantu Ify menyumbat dan membersihkan darahnya. Sampai akhirnya, baju Ify yang bagian atas, basah semua.

“udah Shil.” Shillapun menyudahi membersihkan hidung Ify.

“masih sakit?” tanya Shilla.

“lumayan. Cuma engga sesakit tadi.”

“elo berantem sama kak Rio?” tanya Shilla.

“taulah.” Jawab Ify males.

“kasian tuh dia. Daritadi uring-uringan terus karna ngerasa bersalah sama elo.”

“dia ngeselin sih Shil!”

“yaudah, itu masalah kecil. Engga usah elo perpanjang. Mendingan sekarang temuin tuh kak Rio. Terus baikan.”

“males ah!”

“Fy, jangan kaya anak kecil dong!”

“gue kesel Shil! Dia engga mau terbuka sama gue. Dia tuh nganggep gue apa sih!?”

“yaudah, elo kan bisa ngomongin baik-baik sama dia. Tanya sama dia. Kenapa dia engga mau terbuka sama elo. Jangan lari dari masalah kaya gini.”

“gue engga lari dari masalah kok. Gue Cuma masih kesel aja.”

“sekarang, selesaiin sebelum semuanya jadi tambah panjang.”

Ify menatap Shilla sebentar. Lalu keluar dan menghampiri Rio.

“kamu engga apa-apakan maaf yaa. Aku engga sengaja.” Ucap Rio langsung saat Ify keluar dari kamar mandi. Daritadi ia menunggu di depan toilet.

“iya, engga apa-apa.”

“jangan marah lagi yaa?” Rio memohon.

“jangan kaya gitu lagi kak! Aku mau kakak tuh terbuka sama aku! Aku engga mau kakak tuh nyembunyiin apapun dari aku.”

“iya, iya, jagan marah lagi. Aku janji, aku bakalan terbuka sama kamu mulai sekarang.”

“janji?”

“iya aku janji.. maafin aku yaa.”

Ify tersenyum dan menggangguk setelah mendengar jawaban memuaskan dari Rio. Rio langsung menarik Ify, mendekapnya erat.

“aku sayang sama kamu.” Bisik Rio.

“aku juga sayang sama kamu.” Balas Ify.

Shilla tersenyum dan bernafas lega melihat dua insa yang saling mencintai ini. Untung saja, ia bisa membujuk Ify. Kalau tidak, maka semuanya akan menjadi rumit dan besar.
 The Power Of Love *Part 20*

Oik membuka matanya perlahan. Mencoba mengimbangi cahaya yang terus menyeruak masuk ke dalam matanya. Lalu menatap ke sekelilingnya.

“Ik… Ik… lo gapapa kan? Lo masih inget guekan Ik?” Shilla melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Oik.

Sedangkan Oik yang hanya terdiam, sambil menatap teman-temannya satu per satu.

“loh kok dim aja sih? Jangan-jangan Oik amnesia lagi? Atau geger otak? Atau malah struk!?” Shilla menebak-nebak kemungkinan yang terjadi pada Oik, melihat reaksi Oik yang aneh.

“ka, elo sih !” Shilla menyalahkan Cakka.

“loh kok gue?” Tanya Cakka ga terima disalahin sama Shilla.

“ya kan tadi elo yang ngelempar bola sampe Oik pingsan!?”

“elo kok lebay sih Shill!??? Ya ga bakalah sampe amnesia, apalagi struk!”

“ya itu buktinya dia diem aja!”

“ya mana gue tau. Ya mungkin emang dia ga mau ngomong kali!”

“ih, tapikan……”

“stop deh! Kalian berdua tuh apaan sih!!? Lo lagi Shil, lebay banget! Orang Oik gapapa!!” Ify menghentikan perdebatan antara Cakka dan Shilla.

“ya abiskan gue takut! Kalo Oik same beneran kenapa-napa gimana coba?!” Shilla membela diri.

“ah, aku gapapa kok.” Oik buka suara. Membuat teman-temannya mengalihkan pandangan dari Shilla ke Oik.

“ah, gue seneng lo baik-baik aja. Gue kira elo kenapa-napa Ik.” Shilla bernafas lega.

“ya enggalah. Cuma ditimpuk bola doang. Cuma emang pusing sih… eh, siapa tadi yang ngelempar bola ke aku??” Oik mencoba untuk mengubah posisinya menjdi duduk. Lalu menatap Alvin, Rio,Iel, dan Cakka satu per satu.

“gue!” tegas Cakka dengan sengaknya dan tanpa dosanya.

Oik mendelik ke arah Cakka. “udah aku duga! Orang jahat macem kaka pasti yang ngelakuin.” Ucapnya tajam.

“he? Apa lo bilang? Gue orang jahat!? Itu pembalasan tau gak buat lo! Soalnya, kemaren elo udah ketawain gue pas gue susah.” Cakka membela diri.

“kemarenkan bukan aku sengaja. Sekarang, kamu sengaja lempar bola basket yang super keras itu ke aku. Jahat banget!”

“ya intinya, sama aja! Lo bahagia di atas penderitaan gue!” Cakka nyolot.

“kok kamu nyolot sih?!”

“siapa, gue? Engga ngerasa ah! Lo aja kali yang lebay!”

“err, aku sebel sama kamu!!” geram Oik.

“emang gue engga. Wleek” Cakka memeletkan lidahnya ke Oik.

Oik mengambil salah satu batal yang ada di sana, lalu dengan sekuat tenaga dan penuh dendam ia lemparkan bantal itu ke Cakka.

BUUGH Tepat sasaran!

“sialan! Sakit monyong!” keluh Cakka sambil mengelus kepalanya.

“cemen amat sih??! Baru dilempar bantal. Gimana kalo dilempar bola basket?!”

“kok lo ngatain sih?!”

“emang benerkan, kamu cemen!”

“elo tuh yang cemen!”

“kamulah!”

“elo!”

“kamu!”

“elo!”

“kamu!”

“elo!”

“kamu!”

Okey, mulai lagi mereka berdua. Setiap ketemu, pasti bakalan selalu begini. Alvin, Rio, Iel, Ify, dan Shilla memutar kedua bola mata mereka. Sudah bosan mereka melihat Oik dan Cakka selalu adu bacot dan saling salah-salahan begini. Memangnya, tak ada kerjaan yang lebih penting apa daripada adu bacot dan main salah-salahan?

Akhirnya, mereka memutuskan untuk keluar dari UKS, meninggalkan Oik dan Cakka berdua. Diikuti dengan Nadya.
***
Jam istirahat telah usai. Para muridpun sudah berada di dalam kelas masing-masing. Tak terkecuali Ify, Shilla, Oik, dan Nadya. Mereka sedang berbincang sambil sesekali bergurau. Membahas apa saja yang enak dibahas menurut mereka.

Ketika sedang asyik-asyiknya mengobrol, kedatangan seseorang yang menurut mereka paling menyebalkan, terpaksa membuat mereka menghentikan gurauan mereka dan membuat mereka dan teman-teman sekelas mereka memperhatikan orang itu.

Dengan angkuh dan noraknya, ia berdiri di depan kelas X-1. Dengan senyum yang paling misterius. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan kelas itu.

“pagi ade-ade..” sapanya sok ramah.

“hmm..” sahut anak-anak kelas X-1 malas.

“udah taukan siapa gue? Ga perlu gue perkenalin dirikan?” tanyanya dengan pedenya. Membuat seluruh penghuni kelas itu melengos sebal.

“yaelah, tukang cari sensasi. Yaiyalah terkenal.” Ucap Shilla pelan. Hanya Ify dan Oik saja yang mendengarnya.

“gue disini mau ngundang kalian semua buat dateng ke acara pesta ulang tahun gue. Minggu depan. Jangan lupa dateng yaa.”

Ia mulai berkeliling membagikan undangan pesta ulang tahunnya. Sampai pada saat ia membagikan undangan itu ke meja Ify dkk. Ia menatap sinis Ify. Sebuah kebencian yang sangat besar benar-benar terpancar dari tatapan itu. Membuat bulu kuduk Ify sedikit merinding ditatap seperti itu oleh seniornya.

“hey, anak manis.” Sapanya tajam ke Ify.

Ify mendongak melihat seniornya itu. Dengan sikap yang ia usahakan biasa saja, ia membuka mulutnya.

“ada apa ya, kak Zevana?” tanyanya datar.

“gue, ngundang elo, elo, dan elo!” Zevana, senior mereka itu, menunjuk Ify, Shilla, dan Oik.

“nih.” Dengan kasar, ia melempar tiga buah undangan ke atas meja Ify. Membuat, satu kelas mempertontonkan mereka dalam keadaan hening.

“hey, anda ga pernah diajarin sopan santun ya?” Ify bangkit berdiri. Ia marah, tak terima dengan kelakuan Zevana yang menurutnya, tidak beradab.

Zevana tersenyum miring sambil melipat kedua tangannya di dada.

“lo wajib datang! Karena lo salah satu tamu ‘special’ gue!” ujamnya tajam.

“gue ga mau dateng!” tegas Ify tak kalah sengak.

“lo harus dateng! Kalo engga, gue pastiin elo ga akan selamat!” ancam Zevana. Setelah itu, ia pergi meninggalkan meja Ify. Dan melanjutkan kembali prosesi ‘pembagian undangan’nya.

“dasar mak lampir gila!” gumam Ify kesal.
***

Pemuda itu mengendarai motornya dengan kecepatan di bawah 40 km/jam, sambil menikmati suasana di ibu kota. Mengamati setiap liku jalanan ibukota. Di mana banyak sampah berserakan, debu dari mesin-mesin tak bertanggung jawab, orang-orang yang berlalu lalang, serta deretan kendaraan yang terjebak macet dan lampu merah. Ia masih tetap tenang mengendarai motornya, sampai tiba-tiba seorang gadis yang akan segera menyebrangi jalan melintas di depannya. Mendadak ia menarik rem depan dan menginjak rem belakang, dan berhentilah motornya, sesaat sebelum ban motorya menyentuh kaki gadis itu.

Gadis itu berdiri terpaku sambil menatap pengendara berhelm fullface itu. Kaget.

Pemuda itu, melepas helmnya dan turun dari motornya, menghampiri gadis itu.

“elo gapapakan?” tanyanya.

Gadis itu hanya menggeleng pelan.

“sori yaa. Gue tadi emang engga perhatiin jalan. Beneran elo gapapa? Ada yang luka atau lecet gitu?” tanyanya lagi untuk memastikan.

“engga kok, engga apa-apa. Gue juga sori, nyebrang engga liat jalan.”

“elo mau ke mana? Gue anterin deh.”

“engga usah.”

“udah engga apa-apa. Sebagai tanda permintaan maaf gue.”

“ga usah. Gue juga engga apa-apa kok.”

“tenang aja. Gue bukan orang jahat kok.”

Gadis itu terdiam. Ia menunduk.

“hey…”

“engga usah deh..” setelah berucap seperti itu, gadis itu langsung berlari entah ke mana..

Pemuda bertubuh tinggi dan berwajah manis itu heran melihat tingkah gadis yang memakai seragam putih biru itu pergi begitu saja meninggalkannya. Ia mengerutkan kening.

“emang gue ada tampang orang jahat yaa? Kok kayanya tuh cewe takut sih sama gue? Haha…” ia tertawa sendiri, mengingat ekspresi wajah gadis itu saat menatapnya tadi.
***
Gabriel membuka pintu rumahnya, sesaat sebelum ia melihat Alvin, Rio, dan Cakka berkumpul di ruang tamu rumahnya. Ia sedikit bingung dan mengerutkan kening. Engga biasanya mereka ke rumahnya. Pikirnya.

Iel langsung duduk di samping Rio. Dan meletakkan tasnya di atas meja.

“ada apa? Tumben kalian ke sini?” Tanya Iel.

“engga ada apa-apa sih. Cuma mau main aja. Emang ga boleh?” jawab Rio, dan ia kembali bertanya.

“engga sih. Gue ke atas dulu ya. Mau ganti baju. Gerah banget nih.” Iel mengipas-ngipaskan bagian atas bajunya, kegerahan (ngerti ga?).

“yaudah.”

Ia naik ke atas, ke kamarnya. Lalu tak lama kemudian, ia turun sudah dengan pakaian santainya. Kaos biru lengan pendek, dan celana biru tua pendek. Ia kembali duduk di samping Rio.

“eh, masa ya, tadi gue ketemu sama cewe. Masih SMP sih. Tapi manis. Cuma aneh banget deh..” cerita Iel.

“aneh kenapa?” Tanya Cakka.

“kan gue hampir nabrak dia tuh. Terus gue turun minta maaf. Trus gue tawarin dia buat gue anter. Eh, tapi dia malah kaya orang ketakutan gitu. Emang gue keliatan kaya orang jahat ya?” Iel menggaruk keningnya yang tak gatal sama sekali.

“iya mungkin Yel. Elo kan serem.” Celetuk Cakka.

Iel manyun, “sialan lo kacrut!”

“canda Yel.” Tanggap Cakka.

“ya engga tau juga sih Yel. Mungkin dia emang takut sama cowo kai? Anak SMP kan emang gitu. Masih, polos polosnya…” Alvin ikutan komentar.

“iya juga sih ya. Mungkin” Iel kembali berfikir.

“yaudahlah, penting amat di bahas yaa? Eh, lo pada dateng ke acaranya si Zeva?” Tanya Iel.

“tau deh. Gue tergantung Ify.” Jawab Rio.

“gue juga tergantung Shilla. Gue mah males banget dateng ke acara tuh nenek lampir.” Alvin ikut-ikutan.

“elo Kka?” Tanya Iel pada Cakka.

“entah deh. Males jug ague. Tapi kalo kalian pada ikut. Ya gue ikutan juga deh.” Jawab Cakka.

“ah, engga punya pendirian lo. Ngikutin orang!” ceplos Alvin.

“bodo, suka-suka guee..”

“eh, Kka, elo suka ya sama Oik?” Tanya Alvin tiba-tiba.

“hah?! Kok elo nanya gitu?”

“iya tuh iya, elo suka sama Oik?” Iel ikut-ikutan ngegodain Cakka.

“engga kok”

“bohong!”

“yee, ga percaya. Orang gue engga suka sama Oik.”

“alah, boong banget deh lo. Orang elo berdua tuh suka berduaan juga. Walaupun suka berantem, tapi gue yakin, elo berdua itu sebenernya sama-sama saling mengangumi. Keliatan lagi dari mata kalian.” Kata Alvin sok tua.

“halah, elo Vin.. mainannya mata.. haha…” ledek Iel.

“yee, chemistry itu diliat dari mata tau. Mata itukan engga pernah bisa boong. Kalo orang lagi bohong, elo liat aja matanya, pasti ada jawaban di sana.”

“hahaaa,, percaya percaya. Oke, back to Cakka. Beneran gak Kka?” Tanya Iel.

“ck, gue bilang engga juga. Eh, Yo, kok elo diem aja???” Cakka berusaha mengalihkan topic. Kebetulan ia melihat Rio sedang menatap lurus dengan pandangan kosong.

Spontan, Iel dan Alvin juga ikut menoleh ke Rio. Rio yang merasa namanya disebut dan ditanya, langsung menoleh pada Cakka.

“emang gue musti ngapain? Gue dengerin kalian ngomong aja deh. Kayanya lebih baik.” Jawab Rio cuek.

Alvn, Iel, dan Cakka saling berpandangan heran dan kembali menatap Rio.

“elo engga lagi ada masalah sama Ify kan?” Tanya Alvin.

“engga kok. Kita baik-baik aja.”

“lah, elo kenapa?” taya Alvin mengulangi.

“ck, udah gue bilang gue engga apa-apa. Gue males ngomong.”

“yaudahlah, susah ngebujuk elo!”

Mereka bertiga kembali mengintrogasi Cakka, diikuti dengan desakan-desakan. Membuat Cakka gedek sendiri sama kedua sohibnya itu. Sedangkan Rio, lebih senang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang ia pikirkan.
***
Ify berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Ia akan segera menuju ke kelas Rio. Ia rindu Rio. Belakang ini, Rio jarang menghampirinya ke kelas jika sedang waktu istirahat seperti ini. Hari ini, ia putuskan, ia yang akan menghampiri lelaki itu.

Sesampainya di kelas Rio, ia sedikit mengintip ke dalam kelas. Sepi. Hanya ada satu orang di dalam sana. Sedang melamun. Enath apa yang lamunkan. Ya, dialah Rio. Ify mengerutkan kening melihat Rio yang sedang bengong itu. Pandangan matanya kosong. Ada apa dengan kekasihnya itu? Untuk mengetahuinya, Ify putuskan untuk masuk ke dalam kelas Rio. Dan menghampiri Rio.

Ia duduk di kursi depan Rio. Aneh. Rio tak menyadari kehadirannya. Ia semakin bingung karena reaksi aneh dari Rio. Tidak, bahkan Rio tak bereaksi.

“kak.” Panggil Ify. Rio tak menggubrisnya. Ia tetap asik melamun.

“kak Rio.” Panggil Ify lagi. Namun Rio tetap tak sadar. Ia masih asik melamun, terbang ke dunia khayalnya.

“ck, kak Rio. Kenapa sih??” Tanya Ify gemas sambil menggiyang lengan Rio. Membuat Rio tersentak dan tersadar dari lamunannya.

“eh”

Ify memutar kedua bola matanya. Aneh sekali lelaki ini. Ada apa sih sama Rio? Pikirnya.

“kakak kenapa sih? Kk bengong? Mikirin apa sih??” Tanya Ify sedikit kesal.

“hah?! Kok ada kamu? Sejak kapan kamu di sini?” Rio malah bertanya balik.

“errh, jawab pertanyaan aku kak!” paksa Ify.

“engga, aku engga mikirin apa-apa.” Jawab Rio pelan.

“bohong! Kalo engga mikirin apa-apa, engga mungkin ngelamun sampe kaya gitu, terus engga sadar kalo aku dateng.”

“engga Fy, aku ga mikirin apa-apa.” Rio tetep ngotot sama jawabannya yang mengatakan bahwa ia tak memikirkan apa-apa.

“jujur dong kak sama aku!” paksa Ify karena ia yakin, bahwa Rio sedang memikirkan sesatu.

“ck, aku bilang aku engga mikirin apa-apa!! Jangan maksa dong Fy!!” bentak Rio, membuat Ify tersentak. Ia menunduk.

Rio sendiri, ia kaget tiba-tiba emosinya gampang naik lagi. Tadi ia membentak Ify. Ia lupa bahwa Ify ini, paling takut dibentak olehnya. Ia merutuki kata-katanya tadi. Ia jadi merasa bersalah.

“em, Fy… maaf aku engga bermaksud……” belum selesai Rio bicara, Ify sudah bangun dari duduknya dan keluar meninggalkan Rio.

“eerrrghh…” Rio mengacak-acak rambutnya frustasi. Lalu ia bangun dan mengejar Ify.

Ify berlari menjauhi kelas Rio. Sedikit kaget karena dibentak lagi oleh Rio. Padahalkan mereka berdua sudah sama-sama berjanji, kalau engga akan ada yang disembunyiin. Mereka akan saling terbuka satu sama lain. Tapi ia lupa, Rio tetaplah Rio. Yang engga suka kalau privasinya diganggu sama orang lain termasuk oleh Ify.

Ify terus berjalan, sampai saat tiba-tiba sebuah tangan menghentikan langkahnya.

“Fy tunggu! Jangan marah. Maaf, aku engga bermaksud buat ngebentak kamu tadi. Aku Cuma lagi kalut aja.” Rio memebrikan penjelasan atas perilakunya tadi.

“iya, aku tau.” Jawab ify pelan.

“jangan marah, Fy!”

“engga. Yaudah, aku mau ke kantin. Mau makan. Laper. Sana, lanjutin ngelamunnya. Maaf tadi udah ganggu waktu ngelamun kamu.” Ify melepaskan tangan Rio. Dan kembali pergi meninggalkan Rio.

Rio hanya diam menatap Ify yang semakin menjauh. Aduh Rio, kenapa kamu ini?! Tanyanya pada diri sendiri. Ia tau, Ify masih kesal. Jadi takkan ada gunanya jika ia mengejar Ify sekarang. Yang ada mereka bisa jadi berantem lagi.

Akhirnya, Rio memutuskan untuk kembali ke kelas.
***
Sudah beberapa hari ini, ia terus kepikiran ‘mantan’ kekasihnya yang sudah pergi beberapa bulan yang lalu. Wajah cantik itu, terus membayangi pikirannya. Membuat ia sedikit merasa bersalah dengan kekasihnya.

Seperti sekarang ini. Entah mengapa, ia merindukan sosok wanita itu. Sivia, gadis cantik, yang pergi akibat kecelakaan yang berhasil merenggut nyawanya. Kini ia merindukan gadis itu. Ia rindu akan senyumnya. Rindu akan belaiannya. Rindu akan suaranya. Ia rindu dengan Sivia.

Ia takut, karena rasa rindunya ini, akan berakibat fatal dengan hubungannya dengan Ify kelak. Sekarang saja, Ify jadi marah karena ia melamun. Meski Ify tak tau siapa yang menjadi objek lamunannya, tetap saja berdampak buruk. Ify jadi dicukein.

Mengapa ia terus kepikiran Sivia tolong jagan buat Ify kecewa Rio! Ayolah, Sivia udah engga ada! Yang ada di depanmu itu adalah Ify! Jangan sakiti Ify untuk yang kedua kalianya! Dan jangan berharap yang aneh-aneh! Rio mecoba menjernihkan pikirannya.

Akhirnya, ia putuskan untuk ke lapangan basket. Basket bisa membuat pikirannya fresh kembali. Daripada ia terus-terusan di dalam kelas, dan hanya menimbulkan pikiran yang tidak-tidak!
***
Aku takut, kamu pergi
Kamu hilang, kamu sakit
Aku ingin, kau disini
Di sampingku, selamanya
***
Apa iya, Ify terlalu ingin tau segalanya tentang Rio? Apa Ify salah? Apa Ify egois? Ia hanya tak ingin kehilangan Rio. Itu saja. Ia takut Rio pergi. Ia takut, Rio mempunyai orang lain yang dicintainya. Ia takut, Rio akan meninggalkannya demi orang itu.

Apa keinginannya itu berlebihan? Apa salah, jika ia tak ingin kehilangan Rio yang notabennya adalah pacarnya?

Ify terus memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang bergelayut bebas di benaknya. ia bingung, ia takut. Satu hal yang paling ditakutinya, kehilangan Rio.

Ia sangat mencinta Rio. Sangat! Tapi mengapa Rio tak mau terbuka dengannya? Sebenernya Rio ini mengangapnya apa sih?

Ify benar-benar pusing memikirkannya.

Sambil berjalan di sepanjang korodor samping lapangan basket, ia terus saja memikirkanya, sampai tiba-tiba, sebuah bola basket melayang menyeruduk hidungnya. Hingga hidungnya berdarah dan ia terjatuh.

“awww..” pekiknya sambil menetupi hidungnya yang terasa panas, perih, sakit, nyut-nyutan itu.

Si pelempar bola, yang tak lain adalah Rio, langsung berlari menghampiri Ify yang jatuh terduduk sambil meringis kesakitan.

“yaampun Fy,, kamu engga apa-apakan?” tanya Rio panik.

“engga apa-apa gimana?! Ini idung aku berdarah!” omel Ify.

“maaf. Aku engga sengaja.”

Ify langsung berdiri dan segera berlari ke kamar mandi terdekat utuk membersihkan hidungnya. rio ini benar-benar menjengkelkan. Udah bikin kesal, sekarang pake acara ngelempar bola kena hidungnya sampe berdarah lagi. Makin kesal saja Ify.

Ify terus membersihkan hidungnya dan berusaha menyumbat darahnya agar tidak terus-terusan keluar lagi.

Tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka. Dan masuklah Shilla, membawa handuk kecil.

“ka Rio udah cerita. Nih, pake. Biar engga keluar terus tuh darahnya.” Shilla menyerahkan handuk kecil itu.

“aduh, idung gue perih banget tau gak!” ucap Ify jengkel.

“yaudah sini…” Shilla membantu Ify menyumbat dan membersihkan darahnya. Sampai akhirnya, baju Ify yang bagian atas, basah semua.

“udah Shil.” Shillapun menyudahi membersihkan hidung Ify.

“masih sakit?” tanya Shilla.

“lumayan. Cuma engga sesakit tadi.”

“elo berantem sama kak Rio?” tanya Shilla.

“taulah.” Jawab Ify males.

“kasian tuh dia. Daritadi uring-uringan terus karna ngerasa bersalah sama elo.”

“dia ngeselin sih Shil!”

“yaudah, itu masalah kecil. Engga usah elo perpanjang. Mendingan sekarang temuin tuh kak Rio. Terus baikan.”

“males ah!”

“Fy, jangan kaya anak kecil dong!”

“gue kesel Shil! Dia engga mau terbuka sama gue. Dia tuh nganggep gue apa sih!?”

“yaudah, elo kan bisa ngomongin baik-baik sama dia. Tanya sama dia. Kenapa dia engga mau terbuka sama elo. Jangan lari dari masalah kaya gini.”

“gue engga lari dari masalah kok. Gue Cuma masih kesel aja.”

“sekarang, selesaiin sebelum semuanya jadi tambah panjang.”

Ify menatap Shilla sebentar. Lalu keluar dan menghampiri Rio.

“kamu engga apa-apakan maaf yaa. Aku engga sengaja.” Ucap Rio langsung saat Ify keluar dari kamar mandi. Daritadi ia menunggu di depan toilet.

“iya, engga apa-apa.”

“jangan marah lagi yaa?” Rio memohon.

“jangan kaya gitu lagi kak! Aku mau kakak tuh terbuka sama aku! Aku engga mau kakak tuh nyembunyiin apapun dari aku.”

“iya, iya, jagan marah lagi. Aku janji, aku bakalan terbuka sama kamu mulai sekarang.”

“janji?”

“iya aku janji.. maafin aku yaa.”

Ify tersenyum dan menggangguk setelah mendengar jawaban memuaskan dari Rio. Rio langsung menarik Ify, mendekapnya erat.

“aku sayang sama kamu.” Bisik Rio.

“aku juga sayang sama kamu.” Balas Ify.

Shilla tersenyum dan bernafas lega melihat dua insa yang saling mencintai ini. Untung saja, ia bisa membujuk Ify. Kalau tidak, maka semuanya akan menjadi rumit dan besar.

Bersambung……

Author: Amel^^
Facebook: Amelia Astri Riskaputri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar